SEPULUH Agustus 2014 merupakan sebuah hari yang
menentukan bagi masa depan negeri Turki dan juga situasi politik kawasan
Timur Tengah secara umum.
Pemilihan umum (Pemilu) Presiden yang dilaksanakan serentak di
seluruh penjuru negeri akhirnya menghasilkan kemenangan multak pada
Recep Tayyip Erdogan. Kemenangan mutlak (landslide victory) dengan
suara 52%, disusul Ihsanoglu dengan 38.3% suara dan Demirtas dengan 9.7%
suara.
Kemenangan Erdogan disambut meriah oleh para pendukungnya dan
diwarnai dengan aksi demonstrasi terhadap
jaringan televisi Samanyolu
yang berlokasi di Uskudar distrik, Istanbul.
Dua hari sebelum pemilihan umum puluhan polisi sudah terlihat
berjaga-jaga di depan markas jaringan televisi milik Fethullah Gulen
tersebut.
Di malam hari seusai Pilpres yang memperlihatkan kemenangan mutlak
Erdogan, para pendukung Erdogan melakukan aksi demonstrasi di depan
stasiun televisi tersebut hingga lewat tengah malam.
Berbagai aksi demonstrasi seperti menyuarakan klakson mobil dengan
keras, membunyikan ban mobil dengan rem, memutar lagu AK Parti, serta
mengayunkan bendera AK Parti dilakukan secara serentak oleh para
pendukung AK Parti baik pemuda ataupun pemudi.
Uniknya mayoritas warga disekitar lokasi juga turut mendukung aksi
unjuk kekuatan (show of force) di depan stasiun televisi Gulenis ini.
Kemenangan ini merupakan pembuktian bahwa rakyat Turki masih
mempercayai Erdogan terlepas dari propaganda stasiun televisi Samanyolu
yang banyak meluncurkan berita-berita negatif tentang Erdogan.
Salah seorang pendukung Erdogan, Abdullah dari Konya, sempat menuduh
Gulen ditengarai menjual informasi-informasi rahasia mengenai Erdogan
dan Turki kepada Amerika dan Israel, serta negara-negara asing yang
berkepentingan dan khawatir dengan pengaruh regional dan internasional
Turki yang bervisi Islami.
Diantara rahasia negara yang yang dituduhkan dibocorkan oleh Gulen
adalah komunikasi antara Erdogan dengan Khalid Misy’al, Kepala Biro
Politik Hamas, komunikasi Erdogan dan Ahmet Dovutoghlu, dan komunikasi
diplomatik lainnya.
Seperti diketahui, Gulen adalah rival Erdogan dan sudah meninggalkan
Turki semenjak puluhan tahun yang lalu, namun memiliki jaringan
komunitas sosial di seluruh Turki berkat institusi pendidikan dasar yang
dibangun oleh para pengikutnya di seluruh Turki.
Gulen juga dituduh berusaha merebut kekuasaan dan merombak Turki
sesuai keinginannya dengan mempengaruhi para pengikutnya yang berada di
dalam tubuh militer maupun para politisi Gulenis.
Yang jelas, kemenangan Erdogan sedikit banyak ikut mempengaruhi dunia
Islam –khususnya sebuah harapan bagi perjuangan kemerdekaan Palestina–
mengingat dukungannya selama ini terhadap eksistensi negara Palestina
baik melalui jalur diplomasi maupun bantuan ekonomi.
Israel di sisi lain tentu memandang hal ini sebagai salah satu
ancaman regional bagi keberadaannya dan agenda-agendanya untuk
menghabisi rakyat Gaza dan Tepi Barat.
Pidato kemenangan Erdogan setidaknya menunjukkan bahwa Palestina akan
tetap menjadi isu utama yang diperjuangkan oleh pemerintahannya yang
bervisi Islami
Tidak ada komentar:
Posting Komentar