Selasa, 05 Maret 2013

10 menit penuh arti

Sepuluh menit begitu berarti? Ya, waktu yang sebentar itu bisa membuat saya tenang menjalani dua puluh tiga jam lima puluh menit selanjutnya, atau sebaliknya, sepuluh menit akan menjadikan sepanjang hidup saya dihantui perasaan bersalah dan penuh penyesalan. Karena sepuluh menit yang saya maksud adalah kesempatan untuk mengajak kedua putri saya berputar-putar sekeliling rumah setiap pagi sebelum ke kantor.

Mengajak anak-anak berputar dengan motor setiap pagi sudah menjadi rutinitas harian. Saya tak pernah menawarinya, justru awalnya merekalah yang meminta. Jadilah berputar selama kurang lebih sepuluh menit itu sebuah "kewajiban" tak tertulis namun tersepakati antara saya dan anak-anak, bahwa jangan pernah ada satu hari pun terlewati tanpa rutinitas tersebut. Kecuali jika saya sedang keluar kota.

Pernah satu pagi saya tergesa ke kantor sehingga mengabaikan keinginan anak-anak untuk berputar-putar seperti pagi-pagi sebelumnya. Namun karena saya merasa harus datang lebih awal ke kantor lantaran khawatir terlambat, saya tak menggubris tangisan kedua anak saya. Motor pun menderu berpacu mengejar waktu, beberapa menit kemudian saya pun tiba di kantor. Saya memang tak terlambat untuk mengikuti rapat pagi itu, tetapi begitu rapat dimulai ada yang begitu berat menggelayuti perasaan yang membuat saya tak konsentrasi berada di ruang rapat.

Terbayanglah wajah-wajah mungil di rumah yang masih menangis terabaikan, tersisihkan oleh kepentingan saya untuk segera tiba di kantor. Padahal mereka sudah mandi pagi-pagi mendahului saya, berdandan rapi lengkap dengan jilbab tercantik pilihan mereka sendiri, demi satu keinginan; berputar keliling komplek rumah dengan motor. "Iqna pakai jilbab ini lho, kalau kena angin kan bisa terbang-terbang..." seru si kecil bersemangat. "Teteh boleh pakai sepatu nggak bi?" sebuah tanya yang terjawab oleh deru mesin yang bergegas ke kantor.

Pagi itu, dua pasang mata menatap sedih motor saya yang melaju kencang. Suara tangis mereka hilang sudah ditelan angin pagi. Nampaknya, rayuan sang bunda pun tak membuat mereka bergeming. "Hampir setengah jam anak-anak tetap berdiri di depan rumah, berharap abi kembali lagi," ujar isteri saya sesaat setelah saya pulang.

Saya merasa bersalah, menyesal, marah pada diri sendiri. Anak-anak hanya butuh waktu sepuluh menit di pagi hari sebelum melepaskan keridhaan mereka melepas kepergian saya ke kantor dengan masing-masing tiga kecupan; pipi kanan, pipi kiri dan bibir. Tetapi pagi itu, jangankan kecupan, bahkan lambaian tangan saya pun tak dihiraukan.

Menangis pun tak berarti, saya harus minta maaf kepada mereka. Semoga permintaan maaf saya bisa diterima agar penyesalan saya tak berketerusan. Tetapi sungguh, yang paling membuat saya takut hingga detik ini bukan soal mereka tak mau memaafkan, melainkan kekhawatiran saya bahwa pagi itu kedua hati gadis kecil itu telah saya patahkan dengan sengaja, telah saya lukai tanpa merasa bersalah. Saya telah dengan sengaja memupuskan harapan mereka. Jika benar terjadi demikian, sebuah harga mahal harus saya tebus; mereka kecewa akan saya, setidaknya pagi itu.


Berpikir Sederhana

Terpetik sebuah kisah, seorang pemburu berangkat ke hutan dengan membawa busur dan tombak. Dalam hatinya dia berkhayal mau membawa hasil buruan yang paling besar, yaitu seekor rusa. Cara berburunya pun tidak pakai anjing pelacak atau jaring penyerat, tetapi menunggu di balik sebatang pohon yang memang sering dilalui oleh binatang-binatang buruan. Tidak lama ia menunggu, seekor kelelawar besar kesiangan terbang hinggap di atas pohon kecil tepat di depan si pemburu. Dengan ayunan parang atau pukulan gagang tombaknya, kelelawar itu pasti bisa diperolehnya. Tetapi si pemburu berpikir, "untuk apa merepotkan diri dengan seekor kelelawar? Apakah artinya dia dibanding dengan seekor rusa besar yang saya incar?" Tidak lama berselang, seekor kancil lewat. Kancil itu sempat berhenti di depannya bahkan menjilat-jilat ujung tombaknya tetapi ia berpikir, "Ah, hanya seekor kancil, nanti malah tidak ada yang makan, sia-sia." Agak lama pemburu menunggu. Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki binatang mendekat, pemburupun mulai siaga penuh,tetapi ternyata, ah... kijang. Ia pun membiarkannya berlalu. Lama sudah ia menunggu, tetapi tidak ada rusa yang lewat, sehingga ia tertidur. Baru setelah hari sudah sore, rusa yang ditunggu lewat. Rusa itu sempat berhenti di depan pemburu, tetapi ia sedang tertidur. Ketika rusa itu hampir menginjaknya, ia kaget. Spontan ia berteriak, Rusa!!!" sehingga rusanya pun kaget dan lari terbirit-birit sebelum sang pemburu menombaknya. Alhasil ia pulang tanpa membawa apa-apa. Banyak orang yang mempunyai idealisme terlalu besar untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Ia berpikir yang tinggi-tinggi dan bicaranya pun terkadang sulit dipahami. Tawaran dan kesempatan-kesempatan kecil dilewati begitu saja, tanpa pernah berpikir bahwa mungkin di dalamnya ia memperoleh sesuatu yang berharga. Tidak jarang orang orang seperti itu menelan pil pahit karena akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Demikian juga dengan seseorang yang mengidamkan pasangan hidup, yang mengharapkan seorang gadis cantik atau perjaka tampan yang alim, baik, pintar dan sempurna lahir dan batin, harus puas dengan tidak menemukan siapa-siapa.

BATU KECIL

Seorang pekerja pada proyek bangunan memanjat ke atas tembok yang sangat tinggi. Pada suatu saat ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawahnya. Pekerja itu berteriak-teriak, tetapi temannya tidak bisa mendengarnya karena suara bising dari mesin-mesin dan orang-orang yang bekerja, sehingga usahanya sia-sia saja. Oleh karena itu untuk menarik perhatian orang yang ada di bawahnya, ia mencoba melemparkan uang logam di depan temannya. Temannya berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja kembali. Pekerja itu mencoba lagi, tetapi usahanya yang kedua pun memperoleh hasil yang sama. Tiba-tiba ia mendapat ide. Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah orang itu. Batu itu tepat mengenai kepala temannya, dan karena merasa sakit, temannya menengadah ke atas? Sekarang pekerja itu dapat menjatuhkan catatan yang berisi pesannya. Alloh kadang-kadang menggunakan cobaan-cobaan ringan untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Seringkali Alloh melimpahi kita dengan rahmat, tetapi itu tidak cukup untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Karena itu, agar kita selalu mengingat kepadaNya, Alloh sering menjatuhkan "batu kecil" kepada kita.

kita BERSAUDARA

Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (QS. 49 ; 10) ManajemenQolbu.Com : Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin, Allahuma shalli ‘ala Muhammad wa’ala aalihi washahbihii ajmaiin, “Innamalmu’minuna ikhwatun faashlihu bayna akhowaikum wattaqullooha la’allakum turhamuun” (Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (QS. Al Hujurat (49) ayat 10 ) Saudara-saudaraku, sahabat-sahabat sekalian Innamal mu’minuuna ikhwah ,orang yang beriman itu adalah bersaudara bukan musuh jika terjadi sedikit perbedaan seperti perbedaan qunut, ushali,atau jumlah rakaat shalat tarawih , hal itu tidak harus menjadi musuh, karena musuh kita adalah kaum dzolimin. “Yaaayyuhalladzina aamanu laayasskhor qoumun minqaumin aasaa ayyakuunuu khayrom minhum walaanisaaum minnisaain aasaa ayyakunna khoyrom minhunna walaatalmizuu anfusakum walaatanabbazuu billalqob bi’sal ismullfusuqu ba’dall iiman wamallam yatub faaulaaika humudloolimuun”(Hai orang- orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok- olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim) (QS. Al Hujurat(49) ayat 11) ayat ini membahas mengenai larangan mengejek satu kaum terhadap kaum yang lain yang sama-sama punya iman walaupun misalnya berbeda partai akan tetapi sama-sama beriman kepada Alloh SWT,tidak boleh saling mengejek. Begitu juga jika sama-sama kelompok majelis ta’lim ,sesama ustadz saling mengejek ? Naudzubillah . Lalu kenapa disini disorot wanita harus mampu mengendalikan ucapannya. Hal ini kemungkinan disebabkan pekerjaannya kurang banyak sehingga waktu yang ada digunakan untuk mengobrol. Jadi jelas sekali Al Quran melarang wanita atau akhwat jangan suka mengejek yang lain karena bisa jadi wanita yang kita ejek itu lebih mulia dihadapan Alloh daripada yang mengejek , ini harus hati-hati karena Alloh-lah Yang Melarang Mengolok-olok ,selain itu tidak boleh kita menghina diri sendiri, karena orang yang mengejek diri sendiri dapat dikatakan kufur nikmat, jangan suka membanding- bandingkan dengan orang lain, karena semuanya Alloh-lah Yang Menciptakan. Jangan suka mengolok-olok atau dengan panggilan yang buruk misal kafir, fasik,munafik,monyet atau panggilan yang tidak baik yang berhubungan dengan Iman atau menghina orang tua orang lain karena dengan begitu berarti sama saja dengan menghina orang tua kita,tetapi panggilah dengan gelaran-gelaran yang baik. “Yaayuhalladzina aamanujtanibuu katsiromminadldlonni inna ba’dodzonni itsmuwwalaa tajassasu walaayagtab ba’dlukum ba’dzoon ayyuhibbu ahadukum ayya’ kula lahma akhihi maytan fakarihtumuuhu wattaqulloha innalloohattawwaburrohim” (Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka , sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang”) (QS. Al Hujurat(49) ayat 12 ) Prasangka itu ada dua macam ; husnudzon atau Suudzon , ada baik sangka dan ada buruk sangka , ketahuilah yang sebagian prasangka itu adalah dosa,yang tidak boleh itu adalah Suudzon itu ,misalnya kita mengatakan kepada rekan kita tentang rekan kita yang lain “hey hati-hati si fulan suka buruk sangka kepada kita ? sebenarnya itu sudah termasuk berburuk sangka kepada orang lain. Oleh karena itu kita harus waspada. Tapi husnudzon pun jatuhnya hanya kepada orang yang beriman , misalkan di bis ada yang membuka dompet kita , lalu kita berbaik sangka “ oh mungkin dia akan menghitungkan uang saya…” , itu tentu baik sangka yang konyol karena pasti orang itu adalah pasti copet. kepada orang yang beriman jangan sering melakukan “walaa tajassasu” suka mengorek-ngorek aib , suka mencari-cari kesalahan kecuali untuk tindakan keadilan pencegahan kemunkaran , saudaraku dengan menceritakan keburukan orang lain berarti kita telah ghibah , ghibah itu batasannya kalau ucapan yang diceritakan membuat orang sakit hati andaikata mendengarnya “Yaayyuhannasu innaa kholaqnakum mindzakarin auuntsa wajaalnaakum syu’ubaw waqobaaila lita’arofu inna akromakum ‘inndalloohi attqookum innallooha’ aliimun khobir” (Hai manusia , sesungguhnya Kami Menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Menjadikan kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal ) (QS. Al Hujurat(49) ayat 13) Manusia diciptakan berbagai suku,berbagai bangsa semua itu ditujukan agar saling kenal-mengenal, kita jangan membenci orang Amerika karena orang Amerika tidak pesan untuk dilahirkan di sana , di Amerika yang sholeh ada yang bathil pun ada, persis sekali di kita yang sholehnya hanya sedikit, darimana kita tahu di Indonesia yang sholehnya sedikit ? karena kalau di kita yang orang yang sholehnya banyak tentu tidak negara kita bangkrut seperti ini. Dalam kehidupan ini tidak boleh saling menghina karena perbedaan Negara, ada yang diciptakan di Amerika, Cina, jangan menghina negaranya ! yang buruk itu adalah keputusan-keputusan politiknya, ketidakadilannnya dalam menyelesaikan suatu masalah. Pernikahan tidak boleh terhadang oleh perbedaan suku, karena semuanya sama-sama diciptakan Allah SWT. Ketika zaman Rasulullah Muhammad SAW ,Bilal yang hitam legam tetap mulia disisisi Allah , lalu Salman Al Farisi dari Persia tetap saja mulia disisi Allah ,sebenarnya perbedaan lintas Negara, suku, bangsa merupakan nilai Ukhuwah inna akromakum ‘inndalloohi attqookum yang mulia bukan warna, kulit, jabatan, gelar, pangkat,akan tetapi yang shleh dan taat pada Alloh SWT itulah yang mulia. Wallahua’lam(and/mikha/aef)[manajemenqolbu.com]***

5 PANTANGAN

Dalam menghadapi kehidupan ini ada lima pantangan yang sebaiknya tidak kita lakukan, yaitu: 1. Pantang bertindak sia-sia. Setiap tindakan kita sebaiknya terhindar dari kesia-siaan. Setiap tutur kata, setiap langkah dan setiap apapun hendaknya dilakukan untuk sesuatu yang bermanfaat, baik di dunia maupun akhirat. Jika kita bisa menghindari kesia-siaan, insya Allah kita akan menjadi 'pribadi yang sukses'. 2. Pantang mengeluh. Keluh kesah tidak menyelesaikan masalah. Seandainya dengan mengeluh masalah bisa selesai, maka semua orang akan menyelesaikan masalahnya dengan mengeluh. Tetapi mustahil itu terjadi. Jika kita tidak mengeluh dalam menghadapi segala persoalan, maka insya Allah kita akan menjadi 'pribadi yang tangguh.' 3. Pantang menjadi beban. Bersikap mulia dengan tidak menjadi beban bagi orang lain adalah sikap yang sangat terpuji. Walaupun tidak mungkin bagi kita untuk sama sekali tidak bergantung, tetapi paling tidak kita mengurangi sekecil-kecilnya ketergantungan itu. Setiap bantuan orang lain sekecil apapun, sebaiknya segera kita bayar dengan apapun semampu kita. Jika kita tidak menjadi beban orang lain maka insya Allah kita akan mempunyai 'harga diri' yang tinggi. 4. Pantang berkhianat. Berkhianat adalah sikap yang sangat tercela. Sesulit apapun keadaan kita, jangan pernah berkhianat. Jika kita tidak pernah berkhianat maka kita akan menjadi pribadi yang 'terpercaya'. Nah, kepercayaan inilah modal yang sangat berharga dalam mengarungi hidup. 5. Pantang mengotori hati. Hati adalah komponen yang sangat penting dalam tubuh. Jika hati baik, maka menjadi baiklah seluruh tubuhnya. Sebaliknya jika hati buruk, maka buruklah sekujur tubuhnya. Jika kita bisa menjaga hati tetap bersih maka insya Allah kita akan menjadi 'bahagia' dan amal ibadah kita diterima. Intisari Ceramah AA Gym Ahad 30 Desember 2001 Masjid Daarut Tauhii

4 rahasia ahli syukur

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar ManajemenQolbu.Com : Semoga Allah Yang Maha Menatap, Maha Gagah , Maha Menguasai segala-galanya mengaruniakan kepada kita hati yang bersih sehingga bisa menangkap hikmah di balik kejadian apapun yang kita rasa dan kita saksikan , karena penderitaan dalam hidup bukan karena kejadian yang menimpa tapi karena kita tertutup dari hikmah. Allah menakdirkan apapun Maha Cermat, tidak pernah mendzolimi makhluk-makhluknya , kita sengsara adalah karena kita yang mendzolimi diri sendiri. *)\"Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah, sesungguhnya ia telah membuka jalan hilangnya nikmat dari dirinya. Akan tetapi barangsiapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka sungguh ia telah memberi ikatan yang kuat pada kenikmatan Allah itu \" Firman Allah SWT : La in Syakartum la-aziidannakum (jika kalian bersyukur , niscaya Aku akan menambah rezekimu)(QS. 14 ; 7) Wa maa bikummin ni’matin faminallohi tsumma idzaa massakumudllurru failaihi tajaruun (Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya, dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan , maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.(QS . 16 ; 53) Wa ammaa bini’mati rabbika fahaddits (Dan terhadap Nikmat Tuhan-mu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)(QS . 93 ; 11)* *(diambil dari kitab Al Hikam ; Syekh Ahmad Atailah) Jadi setiap nikmat itu menjadi pembuka atau penutup pintu nikmat lainnya, kita sering menginginkan nikmat padahal rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada , jangan engkau lepaskan nikmat yang besar dengan tidak mensyukuri nikmat yang kecil. Tidak usah risau terhadap nikmat yang belum ada , justru risaulah kalau nikmat yang ada tidak disyukuri, Allah sudah berjanji kepada kita dengan janji yang pasti ditepati La in Syakartum la-aziidannakum (jika kalian bersyukur , niscaya Aku akan menambah rezekimu)(QS. 14 ; 7) Maka daripada kita sengsara oleh nikmat yang belum ada lebih baik bagaimana yang ada bisa disyukuri , sayangnya kalau kita mendengar kata syukuran itu yang terbayang hanya makanan , padahal syukuran itu adalah bentuk amal yang dahsyat sekali pengaruhnya. Syarat yang pertama menjadi ahli syukur adalah hati tidak merasa memiliki , tidak merasa dimiliki kecuali yakin segalanya milik Allah SWT. Makin kita merasa memiliki sesuatu akan makin takut kehilangan, takut kehilangan adalah suatu bentuk kesengsaraan , tapi kalau kita yakin semuanya milik Allah ,maka diambil oleh Allah tidak layak kita merasa kehilangan karena kita merasa tertitipi. Makin merasa rejeki itu milik manusia kita akan merasa berharap kepada manusia dan akan makin sengsara, senikmat-nikmat dalam hidup adalah kalau kita tidak berharap kepada mahluk tetapi berharap hanya kepada Allah SWT. Rahasia yang kedua ahli syukur adalah \"orang yang selalu memuji Allah dalam segala kondisi \", karena apa ? karena kalau dibandingkan antara nikmat dengan musibah tidak akan ada apa-apanya. Musibah yang datang tidak sebanding dengan samudera nikmat yang tiada bertepi . Apa yang harus membuat kita menderita ? adalah menderita karena kita tamak kepada yang belum ada , ciri yang ketiga dari ahli syukur adalah manfaatkan nikmat yang ada untuk mendekat kepada Allah , alkisah ada tiga pengendara kuda masuk kedalam belantara, ketika dia tertidur kemudian saat terjaga dilihat kudanya telah hilang semua , betapa kagetnya mereka dan pada saat yang sama dalam keadaan kaget , ternyata seorang raja yang bijaksana melihat hal tersebut dan mengirimkan kuda yang baru lengkap dengan perbekalan , ketika dikirimkan reaksi ketiga pengendara yang hilang kudanya itu berbeda-beda , si-A kaget dan berkomentar \" wah ini hebat sekali kuda , bagus ototnya , bekalnya banyak pula !, dia sibuk dengan kuda tanpa bertanya kuda siapakah ini\". Si-B , gembira dengan kuda yang ada dan berkomentar \"wah ini kuda hebat , sambil berterima kasih kepada yang memberi , sikap C beda lagi , ia berkomentar \"lho ini bukan kuda saya, ini kuda milik siapa ? yang ditanya menjawab \" ini kuda milik raja \",si-C bertanya kembali \" kenapa raja memberikan kuda ini ? dijawab \" sebab raja mengirim kuda agar engkau mudah bertemu dengan sang raja\". dia gembira bukan karena bagusnya kuda , dia gembira karena kuda dapat memudahkan dia dekat dengan sang raja. Nah begitulah , si-A adalah manusia yang kalau mendapatkan mobil, motor , rumah ,dan kedudukan sibuk dengan kendaraan itu , tanpa sadar bahwa itu adalah titipan . Orang yang paling bodoh adalah orang yang punya dunia tapi dia tidak sadar bahwa itu titipan Allah , yang B mungkin adalah model kita yang ketika senang kita mengucap Alhamdulillah, tetapi ahli syukur yang asli adalah yang ketiga yang kalau punya sesuatu dia berpikir bahwa inilah kendaraan yang dapt menjadi pendekat kepada Allah SWT. Ketika mempunyai uang dia mengucap Alhamdulillah , uang inilah pendekat saya kepada Allah , dia tidak berat untuk membayar zakat , dia ringan untuk bersadaqah , karena tidak akan berkurang harta dengan bersadaqah. Maka, jika sahabat ingin banyak uang ? sederhana saja rumusnya , pakailah uang yang ada untuk berjuang di jalan Allah, jangan heran jika rejeki datang melimpah , punya rumah ingin nikmat bukan masalah ada atau tidak ada AC, bukan masalah ukuran ,tetapi rumah yang nikmat adalah rumah yang menjadi kendaraan untuk mendekat kepada Allah , bangunlah rumah yang tidak membuat kita sombong , belilah acessories rumah yang membuat setiap tamu yang datang menjadi dekat kepada Allah, bukan ingat kepada kekayaan kita, pasanglah hiasan yang mebuat tamu kita ingat kepada kekuasaan Allah bukan kekuasaan kita , itulah rumah yang Insya Allah tenang dan barokah, tapi kalau rumah dipakai untuk pamer dan menginginkan kursi yang amat mewah , potret-potretnya yang tidak membuat ingat kepada Allah , malah ujub, riya takabur , tidak usah heran rumah itu semakin diminati pencuri, dan rumah yang diminati pencuri itu membuat strees bagi yang punya, dia harus menyewa alarm,menggaji satpam, di depan haru s ada anjing,coba kalau rumahnya ingat kepada Allah dia tidak akan sesibuk itu. Mohon maaf kepada saudara-saudaraku yang kaya tidak apa-apa memiliki yang bagus , tapi usahakan setiap tamu yang masuk ke rumah bukan ingat kepada kita tetapi ingat kepada kekayaan Allah.Andai kita mempunyai jabatan , lalu bagaimana cara mensyukurinya ? gunakanlah jabatan itu agar karyawan kita dekat kepada Allah. Kesungguhan kita untuk mendidik anak lebih baik daripada, punya anak tetapi tidak tahu agama , lalu bagaimana anak itu akan memuliakan ibu bapaknya ? ,ketika kita mati mereka hanya berebut harta warisan jangankan mensholatkan ibu bapaknya. Maka orang yang bersyukur yang adalah orang yang mendidik anaknya supaya dekat dengan Allah, di dunia nama orang tuanya terbawa harum karena anaknya mulia , di kubur lapang kuburnya karena doa anaknya , di akherat Insya Allah akan terbawa karena barokah mendidik anak. Kunci syukur yang keempat adalah berterima kasih kepada yang telah menjadi jalan nikmat, seorang anak disebut ahli syukur kalau dia tahu balas budi kepada ibu dan bapaknya , dimana-mana anak sholeh itu harum namanya , tapi anak durhaka tidak pernah ada jalan menjadi mulia sebab kenapa ? karena mereka tidak tahu balas budi. Benar orang tua kita tidak seideal yang kita harapkan , tetapi masalah kita bukan bagaimana sikap orang tua kepada kita , tetapi sikap kita kepada orang tua. Saudara-saudaraku yang budiman negeri kita dikatakan negeri bersyukur kalau sadar bahwa negeri ini adalah titipan dari Allah , bukan milik sesorang , bukan milik pahlawan , bukan milik siapapun yang membangun negeri, tapi negeri ini tidak ada pemiliknya selain Allah tapi kita episodenya hidup di Indonesia. Maka syukuri , jangan minder jadi orang Indonesia yang disebutkan negara koruptor, tetapi justru kita yang harus bangkit untuk tidak korupsi ! dengan minder tidak akan menyelesaikan masalah.Kita harus bangkit !!, negara ini harus jadi ladang untuk mendekat kepada Allah. Dengan ada perasaan dongkol, sakit hati itu semuanya tidak akan menyelesaikan masalah tetapi justru akan menambah masalah , sekarang justru kesempatan kita menjadi bagian dari masalah atau menjadi bagian dari solusi , daripada sibuk mempermasalahkan masalah lebih baik mari kita sedikit demi sedikit menyelsaikan masalah, itulah namanya syukur nikmat. Dan sahabat-sahabat , salah satu tugas kita untuk mensyukuri nikmat adalah kita harus memilih pemimpin kita yang berakhlaq baik yang bisa membimbing kita , rakyat seluruh negeri ini menjadi orang yang baik-baik , kita membutuhkan suri tauladan yang baik , jangan pernah melihat orang dari topeng duniawinya tetapi lihatlah orang dari akhlaqnya karemna akhlaq adalah buah dari keimanan dan keilmuan yang diamalkan, harta , gelar , pangkat, jabatan dan kedudukan yang tidak menjadikan kemuliaan akhlaq seseorang , berarti dia telah terpedaya, kita tidak membutuhkan topeng , yang kita butuhkan adalah isi , dan isi inilah milik orang-orang yang ahli syukur kepada Allah. Mudah-mudahan daripada kita memikirkan yang tidak ada , lebih baik mensyukuri yang ada Wallahu a’lam Bishowab (mikha)[manajemenqolbu.com]*** *Disampaikan dalam Kajian Hikam Kamis 29 Agustus 2002 di Masjid Daarut Tauhiid dan disiarkan trans TV Ahad 8 Agustus 2002

4 rahasia ahli syukur

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar ManajemenQolbu.Com : Semoga Allah Yang Maha Menatap, Maha Gagah , Maha Menguasai segala-galanya mengaruniakan kepada kita hati yang bersih sehingga bisa menangkap hikmah di balik kejadian apapun yang kita rasa dan kita saksikan , karena penderitaan dalam hidup bukan karena kejadian yang menimpa tapi karena kita tertutup dari hikmah. Allah menakdirkan apapun Maha Cermat, tidak pernah mendzolimi makhluk-makhluknya , kita sengsara adalah karena kita yang mendzolimi diri sendiri. *)\"Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah, sesungguhnya ia telah membuka jalan hilangnya nikmat dari dirinya. Akan tetapi barangsiapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka sungguh ia telah memberi ikatan yang kuat pada kenikmatan Allah itu \" Firman Allah SWT : La in Syakartum la-aziidannakum (jika kalian bersyukur , niscaya Aku akan menambah rezekimu)(QS. 14 ; 7) Wa maa bikummin ni’matin faminallohi tsumma idzaa massakumudllurru failaihi tajaruun (Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya, dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan , maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.(QS . 16 ; 53) Wa ammaa bini’mati rabbika fahaddits (Dan terhadap Nikmat Tuhan-mu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)(QS . 93 ; 11)* *(diambil dari kitab Al Hikam ; Syekh Ahmad Atailah) Jadi setiap nikmat itu menjadi pembuka atau penutup pintu nikmat lainnya, kita sering menginginkan nikmat padahal rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada , jangan engkau lepaskan nikmat yang besar dengan tidak mensyukuri nikmat yang kecil. Tidak usah risau terhadap nikmat yang belum ada , justru risaulah kalau nikmat yang ada tidak disyukuri, Allah sudah berjanji kepada kita dengan janji yang pasti ditepati La in Syakartum la-aziidannakum (jika kalian bersyukur , niscaya Aku akan menambah rezekimu)(QS. 14 ; 7) Maka daripada kita sengsara oleh nikmat yang belum ada lebih baik bagaimana yang ada bisa disyukuri , sayangnya kalau kita mendengar kata syukuran itu yang terbayang hanya makanan , padahal syukuran itu adalah bentuk amal yang dahsyat sekali pengaruhnya. Syarat yang pertama menjadi ahli syukur adalah hati tidak merasa memiliki , tidak merasa dimiliki kecuali yakin segalanya milik Allah SWT. Makin kita merasa memiliki sesuatu akan makin takut kehilangan, takut kehilangan adalah suatu bentuk kesengsaraan , tapi kalau kita yakin semuanya milik Allah ,maka diambil oleh Allah tidak layak kita merasa kehilangan karena kita merasa tertitipi. Makin merasa rejeki itu milik manusia kita akan merasa berharap kepada manusia dan akan makin sengsara, senikmat-nikmat dalam hidup adalah kalau kita tidak berharap kepada mahluk tetapi berharap hanya kepada Allah SWT. Rahasia yang kedua ahli syukur adalah \"orang yang selalu memuji Allah dalam segala kondisi \", karena apa ? karena kalau dibandingkan antara nikmat dengan musibah tidak akan ada apa-apanya. Musibah yang datang tidak sebanding dengan samudera nikmat yang tiada bertepi . Apa yang harus membuat kita menderita ? adalah menderita karena kita tamak kepada yang belum ada , ciri yang ketiga dari ahli syukur adalah manfaatkan nikmat yang ada untuk mendekat kepada Allah , alkisah ada tiga pengendara kuda masuk kedalam belantara, ketika dia tertidur kemudian saat terjaga dilihat kudanya telah hilang semua , betapa kagetnya mereka dan pada saat yang sama dalam keadaan kaget , ternyata seorang raja yang bijaksana melihat hal tersebut dan mengirimkan kuda yang baru lengkap dengan perbekalan , ketika dikirimkan reaksi ketiga pengendara yang hilang kudanya itu berbeda-beda , si-A kaget dan berkomentar \" wah ini hebat sekali kuda , bagus ototnya , bekalnya banyak pula !, dia sibuk dengan kuda tanpa bertanya kuda siapakah ini\". Si-B , gembira dengan kuda yang ada dan berkomentar \"wah ini kuda hebat , sambil berterima kasih kepada yang memberi , sikap C beda lagi , ia berkomentar \"lho ini bukan kuda saya, ini kuda milik siapa ? yang ditanya menjawab \" ini kuda milik raja \",si-C bertanya kembali \" kenapa raja memberikan kuda ini ? dijawab \" sebab raja mengirim kuda agar engkau mudah bertemu dengan sang raja\". dia gembira bukan karena bagusnya kuda , dia gembira karena kuda dapat memudahkan dia dekat dengan sang raja. Nah begitulah , si-A adalah manusia yang kalau mendapatkan mobil, motor , rumah ,dan kedudukan sibuk dengan kendaraan itu , tanpa sadar bahwa itu adalah titipan . Orang yang paling bodoh adalah orang yang punya dunia tapi dia tidak sadar bahwa itu titipan Allah , yang B mungkin adalah model kita yang ketika senang kita mengucap Alhamdulillah, tetapi ahli syukur yang asli adalah yang ketiga yang kalau punya sesuatu dia berpikir bahwa inilah kendaraan yang dapt menjadi pendekat kepada Allah SWT. Ketika mempunyai uang dia mengucap Alhamdulillah , uang inilah pendekat saya kepada Allah , dia tidak berat untuk membayar zakat , dia ringan untuk bersadaqah , karena tidak akan berkurang harta dengan bersadaqah. Maka, jika sahabat ingin banyak uang ? sederhana saja rumusnya , pakailah uang yang ada untuk berjuang di jalan Allah, jangan heran jika rejeki datang melimpah , punya rumah ingin nikmat bukan masalah ada atau tidak ada AC, bukan masalah ukuran ,tetapi rumah yang nikmat adalah rumah yang menjadi kendaraan untuk mendekat kepada Allah , bangunlah rumah yang tidak membuat kita sombong , belilah acessories rumah yang membuat setiap tamu yang datang menjadi dekat kepada Allah, bukan ingat kepada kekayaan kita, pasanglah hiasan yang mebuat tamu kita ingat kepada kekuasaan Allah bukan kekuasaan kita , itulah rumah yang Insya Allah tenang dan barokah, tapi kalau rumah dipakai untuk pamer dan menginginkan kursi yang amat mewah , potret-potretnya yang tidak membuat ingat kepada Allah , malah ujub, riya takabur , tidak usah heran rumah itu semakin diminati pencuri, dan rumah yang diminati pencuri itu membuat strees bagi yang punya, dia harus menyewa alarm,menggaji satpam, di depan haru s ada anjing,coba kalau rumahnya ingat kepada Allah dia tidak akan sesibuk itu. Mohon maaf kepada saudara-saudaraku yang kaya tidak apa-apa memiliki yang bagus , tapi usahakan setiap tamu yang masuk ke rumah bukan ingat kepada kita tetapi ingat kepada kekayaan Allah.Andai kita mempunyai jabatan , lalu bagaimana cara mensyukurinya ? gunakanlah jabatan itu agar karyawan kita dekat kepada Allah. Kesungguhan kita untuk mendidik anak lebih baik daripada, punya anak tetapi tidak tahu agama , lalu bagaimana anak itu akan memuliakan ibu bapaknya ? ,ketika kita mati mereka hanya berebut harta warisan jangankan mensholatkan ibu bapaknya. Maka orang yang bersyukur yang adalah orang yang mendidik anaknya supaya dekat dengan Allah, di dunia nama orang tuanya terbawa harum karena anaknya mulia , di kubur lapang kuburnya karena doa anaknya , di akherat Insya Allah akan terbawa karena barokah mendidik anak. Kunci syukur yang keempat adalah berterima kasih kepada yang telah menjadi jalan nikmat, seorang anak disebut ahli syukur kalau dia tahu balas budi kepada ibu dan bapaknya , dimana-mana anak sholeh itu harum namanya , tapi anak durhaka tidak pernah ada jalan menjadi mulia sebab kenapa ? karena mereka tidak tahu balas budi. Benar orang tua kita tidak seideal yang kita harapkan , tetapi masalah kita bukan bagaimana sikap orang tua kepada kita , tetapi sikap kita kepada orang tua. Saudara-saudaraku yang budiman negeri kita dikatakan negeri bersyukur kalau sadar bahwa negeri ini adalah titipan dari Allah , bukan milik sesorang , bukan milik pahlawan , bukan milik siapapun yang membangun negeri, tapi negeri ini tidak ada pemiliknya selain Allah tapi kita episodenya hidup di Indonesia. Maka syukuri , jangan minder jadi orang Indonesia yang disebutkan negara koruptor, tetapi justru kita yang harus bangkit untuk tidak korupsi ! dengan minder tidak akan menyelesaikan masalah.Kita harus bangkit !!, negara ini harus jadi ladang untuk mendekat kepada Allah. Dengan ada perasaan dongkol, sakit hati itu semuanya tidak akan menyelesaikan masalah tetapi justru akan menambah masalah , sekarang justru kesempatan kita menjadi bagian dari masalah atau menjadi bagian dari solusi , daripada sibuk mempermasalahkan masalah lebih baik mari kita sedikit demi sedikit menyelsaikan masalah, itulah namanya syukur nikmat. Dan sahabat-sahabat , salah satu tugas kita untuk mensyukuri nikmat adalah kita harus memilih pemimpin kita yang berakhlaq baik yang bisa membimbing kita , rakyat seluruh negeri ini menjadi orang yang baik-baik , kita membutuhkan suri tauladan yang baik , jangan pernah melihat orang dari topeng duniawinya tetapi lihatlah orang dari akhlaqnya karemna akhlaq adalah buah dari keimanan dan keilmuan yang diamalkan, harta , gelar , pangkat, jabatan dan kedudukan yang tidak menjadikan kemuliaan akhlaq seseorang , berarti dia telah terpedaya, kita tidak membutuhkan topeng , yang kita butuhkan adalah isi , dan isi inilah milik orang-orang yang ahli syukur kepada Allah. Mudah-mudahan daripada kita memikirkan yang tidak ada , lebih baik mensyukuri yang ada Wallahu a’lam Bishowab (mikha)[manajemenqolbu.com]*** *Disampaikan dalam Kajian Hikam Kamis 29 Agustus 2002 di Masjid Daarut Tauhiid dan disiarkan trans TV Ahad 8 Agustus 2002

4 rahasia ahli syukur

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

ManajemenQolbu.Com : Semoga Allah Yang Maha Menatap, Maha Gagah , Maha Menguasai segala-galanya mengaruniakan kepada kita hati yang bersih sehingga bisa menangkap hikmah di balik kejadian apapun yang kita rasa dan kita saksikan , karena penderitaan dalam hidup bukan karena kejadian yang menimpa tapi karena kita tertutup dari hikmah.

Allah menakdirkan apapun Maha Cermat, tidak pernah mendzolimi makhluk-makhluknya , kita
sengsara adalah karena kita yang mendzolimi diri sendiri.

*)\"Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah, sesungguhnya ia telah membuka jalan
hilangnya nikmat dari dirinya. Akan tetapi barangsiapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka
sungguh ia telah memberi ikatan yang kuat pada kenikmatan Allah itu \"

Firman Allah SWT :

La in Syakartum la-aziidannakum (jika kalian bersyukur , niscaya Aku akan menambah
rezekimu)(QS. 14 ; 7)

Wa maa bikummin ni’matin faminallohi tsumma idzaa massakumudllurru failaihi tajaruun (Dan
apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya, dan bila kamu ditimpa oleh
kemudaratan , maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.(QS . 16 ; 53)

Wa ammaa bini’mati rabbika fahaddits (Dan terhadap Nikmat Tuhan-mu maka hendaklah kamu
menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)(QS . 93 ; 11)*

*(diambil dari kitab Al Hikam ; Syekh Ahmad Atailah)

Jadi setiap nikmat itu menjadi pembuka atau penutup pintu nikmat lainnya, kita sering
menginginkan nikmat padahal rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang
ada , jangan engkau lepaskan nikmat yang besar dengan tidak mensyukuri nikmat yang kecil.

Tidak usah risau terhadap nikmat yang belum ada , justru risaulah kalau nikmat yang ada tidak
disyukuri, Allah sudah berjanji kepada kita dengan janji yang pasti ditepati La in Syakartum
la-aziidannakum (jika kalian bersyukur , niscaya Aku akan menambah rezekimu)(QS. 14 ; 7)

Maka daripada kita sengsara oleh nikmat yang belum ada lebih baik bagaimana yang ada bisa
disyukuri , sayangnya kalau kita mendengar kata syukuran itu yang terbayang hanya makanan ,
padahal syukuran itu adalah bentuk amal yang dahsyat sekali pengaruhnya.

Syarat yang pertama menjadi ahli syukur adalah hati tidak merasa memiliki , tidak merasa
dimiliki kecuali yakin segalanya milik Allah SWT.

Makin kita merasa memiliki sesuatu akan makin takut kehilangan, takut kehilangan adalah suatu
bentuk kesengsaraan , tapi kalau kita yakin semuanya milik Allah ,maka diambil oleh Allah tidak
layak kita merasa kehilangan karena kita merasa tertitipi. Makin merasa rejeki itu milik manusia
kita akan merasa berharap kepada manusia dan akan makin sengsara, senikmat-nikmat dalam hidup
adalah kalau kita tidak berharap kepada mahluk tetapi berharap hanya kepada Allah SWT.

Rahasia yang kedua ahli syukur adalah \"orang yang selalu memuji Allah dalam segala kondisi \",
karena apa ? karena kalau dibandingkan antara nikmat dengan musibah tidak akan ada apa-apanya.
Musibah yang datang tidak sebanding dengan samudera nikmat yang tiada bertepi .

Apa yang harus membuat kita menderita ? adalah menderita karena kita tamak kepada yang belum
ada , ciri yang ketiga dari ahli syukur adalah manfaatkan nikmat yang ada untuk mendekat kepada
Allah , alkisah ada tiga pengendara kuda masuk kedalam belantara, ketika dia tertidur kemudian
saat terjaga dilihat kudanya telah hilang semua , betapa kagetnya mereka dan pada saat yang sama
dalam keadaan kaget , ternyata seorang raja yang bijaksana melihat hal tersebut dan mengirimkan
kuda yang baru lengkap dengan perbekalan , ketika dikirimkan reaksi ketiga pengendara yang
hilang kudanya itu berbeda-beda , si-A kaget dan berkomentar \" wah ini hebat sekali kuda ,
bagus ototnya , bekalnya banyak pula !, dia sibuk dengan kuda tanpa bertanya kuda siapakah ini\".

Si-B , gembira dengan kuda yang ada dan berkomentar \"wah ini kuda hebat , sambil berterima
kasih kepada yang memberi , sikap C beda lagi , ia berkomentar \"lho ini bukan kuda saya, ini
kuda milik siapa ? yang ditanya menjawab \" ini kuda milik raja \",si-C bertanya kembali \"
kenapa raja memberikan kuda ini ? dijawab \" sebab raja mengirim kuda agar engkau mudah bertemu
dengan sang raja\". dia gembira bukan karena bagusnya kuda , dia gembira karena kuda dapat
memudahkan dia dekat dengan sang raja.

Nah begitulah , si-A adalah manusia yang kalau mendapatkan mobil, motor , rumah ,dan kedudukan
sibuk dengan kendaraan itu , tanpa sadar bahwa itu adalah titipan . Orang yang paling bodoh
adalah orang yang punya dunia tapi dia tidak sadar bahwa itu titipan Allah , yang B mungkin
adalah model kita yang ketika senang kita mengucap Alhamdulillah, tetapi ahli syukur yang asli
adalah yang ketiga yang kalau punya sesuatu dia berpikir bahwa inilah kendaraan yang dapt
menjadi pendekat kepada Allah SWT.

Ketika mempunyai uang dia mengucap Alhamdulillah , uang inilah pendekat saya kepada Allah , dia
tidak berat untuk membayar zakat , dia ringan untuk bersadaqah , karena tidak akan berkurang
harta dengan bersadaqah.

Maka, jika sahabat ingin banyak uang ? sederhana saja rumusnya , pakailah uang yang ada untuk
berjuang di jalan Allah, jangan heran jika rejeki datang melimpah , punya rumah ingin nikmat
bukan masalah ada atau tidak ada AC, bukan masalah ukuran ,tetapi rumah yang nikmat adalah rumah
yang menjadi kendaraan untuk mendekat kepada Allah , bangunlah rumah yang tidak membuat kita
sombong , belilah acessories rumah yang membuat setiap tamu yang datang menjadi dekat kepada
Allah, bukan ingat kepada kekayaan kita, pasanglah hiasan yang mebuat tamu kita ingat kepada
kekuasaan Allah bukan kekuasaan kita , itulah rumah yang Insya Allah tenang dan barokah, tapi
kalau rumah dipakai untuk pamer dan menginginkan kursi yang amat mewah , potret-potretnya yang
tidak membuat ingat kepada Allah , malah ujub, riya takabur , tidak usah heran rumah itu semakin
diminati pencuri, dan rumah yang diminati pencuri itu membuat strees bagi yang punya, dia harus
menyewa alarm,menggaji satpam, di depan haru
s ada anjing,coba kalau rumahnya ingat kepada Allah dia tidak akan sesibuk itu.

Mohon maaf kepada saudara-saudaraku yang kaya tidak apa-apa memiliki yang bagus , tapi usahakan
setiap tamu yang masuk ke rumah bukan ingat kepada kita tetapi ingat kepada kekayaan Allah.Andai
kita mempunyai jabatan , lalu bagaimana cara mensyukurinya ? gunakanlah jabatan itu agar
karyawan kita dekat kepada Allah.

Kesungguhan kita untuk mendidik anak lebih baik daripada, punya anak tetapi tidak tahu agama ,
lalu bagaimana anak itu akan memuliakan ibu bapaknya ? ,ketika kita mati mereka hanya berebut
harta warisan jangankan mensholatkan ibu bapaknya.

Maka orang yang bersyukur yang adalah orang yang mendidik anaknya supaya dekat dengan Allah, di
dunia nama orang tuanya terbawa harum karena anaknya mulia , di kubur lapang kuburnya karena
doa anaknya , di akherat Insya Allah akan terbawa karena barokah mendidik anak.

Kunci syukur yang keempat adalah berterima kasih kepada yang telah menjadi jalan nikmat,
seorang anak disebut ahli syukur kalau dia tahu balas budi kepada ibu dan bapaknya , dimana-mana
anak sholeh itu harum namanya , tapi anak durhaka tidak pernah ada jalan menjadi mulia sebab
kenapa ? karena mereka tidak tahu balas budi. Benar orang tua kita tidak seideal yang kita
harapkan , tetapi masalah kita bukan bagaimana sikap orang tua kepada kita , tetapi sikap kita
kepada orang tua.

Saudara-saudaraku yang budiman negeri kita dikatakan negeri bersyukur kalau sadar bahwa negeri
ini adalah titipan dari Allah , bukan milik sesorang , bukan milik pahlawan , bukan milik
siapapun yang membangun negeri, tapi negeri ini tidak ada pemiliknya selain Allah tapi kita
episodenya hidup di Indonesia.

Maka syukuri , jangan minder jadi orang Indonesia yang disebutkan negara koruptor, tetapi
justru kita yang harus bangkit untuk tidak korupsi ! dengan minder tidak akan menyelesaikan
masalah.Kita harus bangkit !!, negara ini harus jadi ladang untuk mendekat kepada Allah.

Dengan ada perasaan dongkol, sakit hati itu semuanya tidak akan menyelesaikan masalah tetapi
justru akan menambah masalah , sekarang justru kesempatan kita menjadi bagian dari masalah atau
menjadi bagian dari solusi , daripada sibuk mempermasalahkan masalah lebih baik mari kita
sedikit demi sedikit menyelsaikan masalah, itulah namanya syukur nikmat.

Dan sahabat-sahabat , salah satu tugas kita untuk mensyukuri nikmat adalah kita harus memilih
pemimpin kita yang berakhlaq baik yang bisa membimbing kita , rakyat seluruh negeri ini menjadi
orang yang baik-baik , kita membutuhkan suri tauladan yang baik , jangan pernah melihat orang
dari topeng duniawinya tetapi lihatlah orang dari akhlaqnya karemna akhlaq adalah buah dari
keimanan dan keilmuan yang diamalkan, harta , gelar , pangkat, jabatan dan kedudukan yang tidak
menjadikan kemuliaan akhlaq seseorang , berarti dia telah terpedaya, kita tidak membutuhkan
topeng , yang kita butuhkan adalah isi , dan isi inilah milik orang-orang yang ahli syukur
kepada Allah.

Mudah-mudahan daripada kita memikirkan yang tidak ada , lebih baik mensyukuri yang ada Wallahu
a’lam Bishowab (mikha)[manajemenqolbu.com]***

*Disampaikan dalam Kajian Hikam Kamis 29 Agustus 2002 di Masjid Daarut Tauhiid dan disiarkan
trans TV Ahad 8 Agustus 2002

ciri kedewasaan

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

ManajemenQolbu.Com : Alhamdulillaahirabbil \'aalamiin, Allahuma shalli \'ala Muhammad wa\'ala
aalihi washahbihii ajmai\'iin,Semoga Allah yang Mengenggam langit dan bumi, membuka pintu hati
kita semua agar dapat memahami hikmah dibalik kejadian apapun yang menimpa dan semoga Allah
membimbing kita untuk bisa menyikapi kejadian apapun dengan sikap terbaik kita.

Ciri khas umat Dewasa diawali dengan Diam Aktif yaitu kemampuan untuk menahan diri dalam
berkomentar. Orang yang memiliki kedewasaan dapat dilihat dari sikap dan kemampuannya dalam
mengendalikan lisannya, seorang anak kecil, saudaraku apa yang dia lihat biasanya selalu
dikomentari.

Orang tua yang kurang dewasa mulutnya sangat sering berbunyi, semua hal dikomentari.,ketika dia
melihat sesuatu langsung dipastikan akan dikomentari,ketika menonton televisi misalnya ;
komentar dia akan mengalahkan suara dari televisi yang dia tonton . Penonton tv yang dewasa itu
senantiasa bertafakur, acara yang dia tonton senantiasa direnungkan (tentunya acara yang
bermanfaat) dan memohon dibukakan pintu hikmah kepada Allah, Subhanalloh.

Ketika menyaksikan demonstrasi dia bertafakur.. \"beginilah kalau negara belum matang, setiap
waktu demo,kata-kata yang dikeluarkan jauh dari kearifan\"\"ternyata sangat mudah menghina,
mencaci, dan memaki itu\" Seseorang yang pribadinya matang dan dewasa bisa dilihat dari
komentar-komentarnya,makin terkendali Insya Allah akan semakin matang.

Ciri kedewasaan selanjutnya dapat dilihat dari Empati. Anak-anak biasanya belum dapat meraba
perasaan orang lain, orang yang bertambah umurnya tetapi tidak dapat meraba perasaan orang lain
berarti belum dapat disebut dewasa. Kedewasan seseorang dapat dilihat dari keberanian melihat
dan meraba perasaan orang lain. Seorang ibu yang dewasa dan bijaksana dapat dilihat dari sikap
terhadap pembantunya yaitu tidak semena-mena menyuruh, walaupun sudah merasa menggajinya tetapi
bukan berarti berkuasa,bukankah di kantor ketika lembur pasti ingin dibayar overtime ? tetapi
pembantu lembur tidak ada overtime ? semakin orang hanya mementingkan perasaannya saja maka akan
semakin tidak bijaksana. Semakin orang bisa meraba penderitaan orang lain Insya Allah akan
semakin bijak. Percayalah tidak akan bijaksana orang yang hidupnya hanya memikirkan perasaannya
sendiri.

Orang yang dewasa, cirinya hati-hati (Wara’),dalam bertindak. Orang yang dewasa benar-benar
berhitung tidak hanya dari benda, tapi dari waktu ; tiap detik,tiap tutur kata , dia tidak mau
jika harus menanggung karena salah dalam mengambil sikap. Anak-anak atau remaja biasanya sangat
tidak hati-hati dalam bercakap dan mengambil keputusan.Orang yang bersikap atau memiliki
kepribadian dewasa (wara’) dapat dilihat dalam kehati-hatian memilih kata, mengambil
keputusan,mengambil sikap, karena orang yang tidak dewasa cenderung untuk bersikap ceroboh.

Orang yang dewasa terlihat dalam kesabarannya (sabar), kita ambil contoh ; didalam rumah
seorang ibu mempunyai 3 orang anak, yang satu menangis, kemudian yang lainnya pun ikut menangis
sehingga lama-kelamaan menjadi empat orang yang menangis , mengapa ? karena ternyata ibunya
menangis pula. Ciri orang yang dewasa adalah sabar, dalam situasi sesulit apapun lebih tenang,
mantap dan stabil.

Sahabat-sahabat, seseorang yang dewasa benar-benar mempunyai sikap yang amanah, memiliki
kemampuan untuk bertanggung jawab.

Untuk melihat kedewasaan seseorang dapat dilihat dari kemampuannya bertanggungjawab, sebagai
contoh ; seorang ayah dapat dinilai bertanggung jawab atau tidak yaitu dalam cara mencari nafkah
yang halal dan mendidik anak istrinya ? Bukan masalah kehidupan dunia ,yang menjadi masalah
mampu tidak mempertanggungjawabkan anak-anak ketika pulang ke akherat nanti ? Ke surga atau
neraka? Oleh karena itu orang tua harus bekerja keras untuk menjadi jalan kesuksesan
anak-anaknya di dunia dan akherat.

Pernah ada seorang teman menyekolahkan anak-anaknya ke luar negeri, ketika ditanya tentang
sholatnya ? ternyata tidak berjalan dengan baik karena orang-orangnya tidak ada yang sholat
sehingga melakukannya pun kadang-kadang, apalagi untuk shalat Jumat jarang dilaksanakan, dengan
alasan masjidnya jauh.

Lalu kenapa disekolahkan di Luar Negeri ? alasannya adalah sebentar lagi globalisasi., ketika
perdagangan bebas anak harus disiapkan. Tetapi bagaimana jika sebelum perdagangan bebas anaknya
meninggal dunia ? sudah disiapkan belum pulang ke akherat? orang yang dewasa akan berpikir keras
bagaimana anak-anaknya bisa selamat? Jangan sampai di dunia berprestasi tapi di akherat celaka.

Saudaraku tidak cukup merasa bangga dengan menjadi tua, mempunyai kedudukan,jabatan,karena
semua itu sebenarnya hanyalah topeng, bukan tanda prestasi. Prestasi itu adalah ketika kita
semakin matang, dan semakin dewasa .

Kesuksesan kita adalah bagaimana kita bisa memompa diri kita dan menyukseskan orang-orang
disekitar kita, kalau ingin tahu kesuksesan kita coba lihat perkembangan keluarga kita, istri
dan anak-anak kita maju tidak? lihat sanak saudara kita pada maju tidak? Jangan sampai kita
sendirian yang maju, tapi sanak saudara kita hidup dalam kesulitan, ekonominya seret, pendidikan
seret.,sedang kita tidak ada kepedulian. Berarti itu sebuah kegagalan.,kedewasaan seseorang itu
dilihat dari bagaimana kemampuan memegang amanah ? Wallahu’alam (and/mikha)[manajemenqolbu.com]**

JAGA LISAN

Tiada satu patah katapun yang kita ucapkan luput dari pendengaran Allah. Tiada satu patah katapun yang diucapkan kecuali pasti memakan waktu. Tiada satu patah katapun yang kita ucapkan kecuali dengan sangat pasti harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Maka, sebaik-baik dan seberuntung-beruntungnya manusia adalah orang yang sangat mampu memperhitungkan dan memperhatikan setiap kata yang diucapkannya. Sungguh, alangkah sangat beruntungnya orang yang menahan setiap kata-kata yang diucapkannya, alangkah sangat beruntungnya orang yang menahan diri dari kesia-siaan berkata dan menggantinya dengan berdzikir kepada Allah. Berkata sia-sia membuang waktu sedangkan berpikir membuka pintu hikmah. Maka, alangkah beruntungnya orang yang kuasa menahan lisannya dan menggantinya dengan berdzikir. Berkata sia-sia mengundang bala, berdzikir kepada Allah mengundang rakhmat. Rasulullah SAW bersabda, "Setiap ucapan Bani Adam itu membahayakan dirinya (tidak memberi manfaat), kecuali kata-kata berupa amar ma'ruf dan nahi munkar serta berdzikir kepada Allah azza wa Jalla (HR. Turmudzi). Setiap manusia diberi modal oleh Allah dalam mengarungi kehidupan ini. Modalnya adalah waktu, dan seberuntung-beruntungnya manusia adalah orang yang memanfaatkan waktunya untuk keuntungan dunia dan akhiratnya, sedangkan sebodoh-bodohnya manusia adalah orang yang menghambur-hamburkan modalnya (waktu) tanpa guna. Setiap kali kita berbicara pasti menggunakan modal kita, yaitu waktu. Maka, sebenarnya kemuliaan dan kehormatan itu dapat dilihat dari apa yang diucapkannya. Allah SWT berfirman : "Amat sangat beruntung, bahagia, sukses, orang yang khusu' dalam sholatnya, dan orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh menahan diri dari perbuatan dan perkataan sia-sia." (QS Al Mu'minun 23: 1- 3), subhanallah. Sahabat-sahabat sekalian, salah satu ciri martabat keislaman seseorang itu bisa dilihat dari bagaimana ia berjuang keras untuk menhindarkan dirinya dari kesia-siaan. Maka semakin kita larut dalam kesia-siaan maka, akan semakin tampak keburukan martabat keislaman kita dan semakin akrab dengan bala bencana, yang selanjutnya hati pun akan keras membatu dan akan lalai dari kebenaran. Rasulullah sendiri dengan tegas melarang kita banyak bicara yang sia-sia. "Janganlah kamu sekalian memperbanyak bicara selain berdzikir kepada Allah, sesungguhnya memperbanyak perkataan tanpa dzikir kepada Allah akan mengeraskan hari, dan sejauh-jauh manusia adalah yang hatinya keras." (HR. Turmudji) Kita lihat banyak orang berbicara tapi ternyata tidak mulia dengan kata-katanya. Banyak orang berkata tanpa bisa menjaga diri, padahal kata-kata yang terucapkan harus selalu dipertanggung-jawabkan, yang siapa tahu akan menyeretnya ke dalam kesulitan. Sebelum berkata, kita yang menawan kata-kata, tapi sesudah kata terucapkan kitalah yang ditawan kata-kata kita. Rasulullah bersabda : " Barangsiapa memperbanyak perkataan, maka akan jatuh dirinya. Maka barangsiapa jatuh dirinya, maka akan banyak dosanya. Barangsiapa banyak dosanya, maka nerakalah tempatnya". (HR. Abu Hatim). Dari Sahl bin Sa'ad as Saidi, dia berkata: "Barang siapa menjamin bagiku apa yang ada diantara dua tulang rahangnya (lidah) dan yang ada diantara kedua kakinya (kemaluan), niscaya akan aku jamin surga baginya."(HR. Bukhari). Dalam hadits lain Rasulullah bersabada; "Barangsiap menjaga dari kejahatan qabqabnya, dzabdzabnya, dan laglagnya, niscaya ia akan terjaga dari kejahatan seluruhnya."(HR. Ad Dailami) Yang dimaksud qabqab adalah perut, Dzaabdzab adalah kemaluan, dan Laqlaq adalah lidah. Maka tampaknya adalah menjadi wajib bagi siapapun yang ingin membersihkan hatinya, mengangkat derajatnya dalam pandangan Allah Ajjaa Wa Jallaa, ingin hidup lebih ringan terhindar dari bala bencana, untuk bersungguh-sungguh menjaga lisannya. Aktivitas berbicara bukanlah perkara panjang atau pendeknya, tapi berbicara adalah perkara yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya. Ada sebuah kisah, suatu waktu ada seseorang bertanya tentang suatu tempat yang ternyata tempat tersebut adalah tempat mangkal "wanita tuna susila". "Dimana sih tempat x ?" Lalu si orang yang ditanya menunjuk ke arah suatu tempat dan hanya dengan "Tuh !", lalu si penanya datang ke sana dan naudzubillah dia berbuat maksiat, di pulang, lalu dia sebarkan lagi kepada teman-temannya, lalu berbondong-bondong orang ke sana, berganti hari, minggu, dan tahun. Maka setiap ada orang yang bermaksiat di sana, orang yang menunjukkan itu memikul dosanya, padahal dia hanya berkata : "Tuh !", cuman tiga huruf. Setiap hari orang berzina di sana, maka pikul tuh dosanya, karena dia telah memberi jalan bagi orang lain untuk bermaksiat dengan menunjukkan tempatnya. Jadi waspada, dengan lidah, menggerakkannya memang mudah, tidap perlu pakai tenaga besar, tidak perlu pakai biaya mahal, tapi bencana bisa datang kepada kita. Berbicara itu baik, tapi diam jauh lebih bermutu. Dan ada yang lebih hebat dari diam, yaitu BERKATA BENAR. "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam !" (HR. Bukhari Muslim). Sebab lisanlah yang banyak memasukkan kita ke neraka. Rasulullah bersabda : "Kebanyakan yang memasukkan ke neraka adalah dua lobang, yaitu : mulut dan fardji (kemaluan)" (HR Turmudji dan Imam Ahmad). Sedangkan Imam Hasan berkata bahwa, "Tidak akan berarti agama seseorang bagi orang yang tidak menjaga lisannya". : bahwa melanjutkan, Beliau "Baiknya Islam seseorang adalah dengan meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya". Untuk dapat menjaga lisan menjadi terjaga dan bermutu, ada empat syaratnya, yaitu : 1. Berkatalah dengan Perkataan yang Benar Kalau kita ingin berbicara dengan benar, maka pastikan bahwa pembicaraan kita bersih dari bohong, bersih dari dusta. Kata-kata kita ini harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jangan pernah mau berkata apapun yang kita sendiri tidak yakin dengan apa yang kita katakan. Jangan berusaha berkata-kata semata-mata agar orang terkesima, terpesona, suka, karena semuanya tidak akan menolong kita. Perkataan kita yakin dengan seyakin-yakinnya haruslah dapat dipertanggungjawabkan. Bohong, dusta, sama sekali tidak akan menolong diri kita ini, karena kedustaan mutlak diketahui oleh Alloh dan sangat mudah bagi ALlah membeberkan segala kebohongan dan kedustaan kita. Dusta tidak akan mengangkat derajat, bahkan sebaliknya kalau Allah membeberkan kebohongan kita, kedustaan kita, maka, kita akan menjadi orang yang tidak berharga sedikitpun. Untuk dapat orang percaya pada kita tidak bisa dibeli dengan uang, tidak bisa dibayar dengan harta, sekali tampak bahwa kita pendusta, pembohong, tukang tipu, maka akan butuh waktu yang sangat lama untuk mengembalikan kepercayaan orang pada kita. Dusta, bohong, hanya membuat hidup jadi sempit. Camkan, bahwa semakin banyak kita berbohong, semakin sering kita berdusta, maka kita telah membuat penjara, yang membuat kita selau takut dusta kita terbuka, bahkan selanjutnya kita akan berusaha untuk membuat dusta baru, bohong baru untuk menutupi kebohongan yang telah kita lakukan. Beranilah hidup tampil dengan apa adanya, biarlah kita tampil begini adanya. Kenapa harus berdusta, lebih baik kita tidak diterima, karena kita sudah mengatakan apa adanya daripada kita diterima karena mendustainya. Jangan berat untuk tampil apa adanya. Daripada kita sibuk merekayasa agar rekayasa kata, sangat pasti tidak akan menolong sedikitpun "yu izzumantasyaa wa tudzillu man tasya" Yang mengangkat derajat bukan kebohongan, bukan rekayasa kita, tapi Allah saja, dan sebaliknya yang menghinakan juga Allah. Cegahlah dusta walau sekecil apapun, kecuali tentunya bohong yang dibenarkan oleh syariat. Misalnya, bohong dalam rangka bersiasat kepada musuh, bohong ringan dengan maksud untuk mendamaikan orang-orang yang bersengketa demi kebaikan. Bohong istri kepada suami atau sebaliknya dengan maksud untuk menyembunyikan kejelekan, bohong untuk membahagiakan dengan cara yang sah dan benar, tetapi bukan bohong untuk menyembunyikan aib dan kesalahan. Sahabat-sahabat sekalian, Berpikirlah sebelum berbicara. Jangan pernah biarkan terlontar dari lisan ini sesuatu yang kita sendiri meragukannya. Apalagi dengan sengaja kita berkata dusta, naudzubillah. Demi Allah, Allah Maha Mendengar, tahu persis segala nita di balik kata yang kita ucapkan. Kedustaan kita hanya masalah waktu saja bagi Allah untuk membeberkannya, walau mati-matian kita menutupinya. Maka, pastikan setiap pembicaraan kita untuk tidak ada dusta, walau sedikitpun. Firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar". (QS Al Baqarah:263) Cukuplah ayat ini sebagai dalil bagi hamba-hamba-Nya untuk selalu menyampaikan kebenaran. Selalulah mohon kepada Allah agar lisan ini dituntun dan dilindungi sehingga terhindar dari perkataan yang tidak benar. 2. Berkatalah sesuai tempatnya "Liqulli maqaam maqaal walikulli maqaal maqaam" Artinya, "Tiap perkataan itu ada tempat terbaik dan setiap tempat memiliki perkataan (yang terucap) yang terbaik pula." Tidak setiap kata sesuai di setiap tempat, sebaliknya tidak setiap tempat sesuai dengan perkataan yang dibutuhkan. Hati-hati sebelum kita bicara, harus kita ukur siapa yang diajak bicara. Berbicara dengan anak kecil tentu akan jauh beda dengan ketika berbicara dengan orang tua. Berbicara dengan remaja tentu akan jauh beda dengan ketika berbicara dengan guru kita. Orang yang tidak terampil untuk membaca situasi, walau niatnya benar, hasilnya bisa jadi kurang benar. Lihatlah misalnya, ketika kita berbincang dengan ponakan yang masih kecil, betapa kita akan berusaha menyesuaikan diri dengan dunianya, gerakan tangan kita, raut muka kita. Hal ini karena dia tidak akan mengerti kalau kita menggunakan gaya bahasa orang tua. Tapi tidak mungkin kita memperlakukan guru kita dengan cara yang sama seperti kala kita berbicara kepada keponakan kita. Oleh karena itu, niat untuk berdakwah dengan mengetahui dalil-dalil Quran, memahami dan mengetahui banyak hadist, belumlah cukup. Sebab kalau kita berbicara tanpa cara yang tepat, misalnya dengan mengobral dalil, menunjukkan banyaknya hafalan saja, tidaklah cukup. Dalam situasi orang berkumpul pasti punya kondisi mental yang berbeda, ada orang yang sedang gembira, yang tentu saja akan berbeda daya tangkapnya dengan yang sedang nestapa. Ada orang yang sedang menikmati kesuksesannya, dan tentu saja akan berbeda dengan orang yang sedang dilanda masalah dalam hidupnya. Oleh karena itu orang yang sehat berbeda kemampuan menangkap idenya, dengan orang yang sedang sakit, orang yang sedang segar bugar, ceria berbeda kemampuan memahaminya dengan orang sudah letih lahir batinnya. Maka seseorang pembicara terbaik tidak cukup hanya berbica benar, tapi juga harus sangat bisa memilih situasi kapan dia berbicara. Mengapa banyak nasehat orang tua yang tidak didengar oleh anaknya yang masih remaja? Saya khawatir orang tua merasa benar dengan apa yang dikatakannya, tapi tidak benar dalam membaca situasi dan kondisi remaja yang sedang diajak bicara, yang notabene kondisinya sedang labil. Memang aneh kita ini ketika anak masih kecil, orang tua akan berusaha beraktivitas, bersikap, dan berbicara agar dapat dipahami oleh si kecil, tetapi menjelang remaja, pada saat perpindahan usia, perpindahan masa, ia tidak berusaha beradaptasi dengan kondisi anaknya. maka disinilah kita perlu ilmu. Sebab dengan ilmu yang memadai setiap orang dapat berwibawa di depan anak-anaknya. Subhaanallah, Ada banyak cara dalam berkomunikasi, dan berbahagialah jikalau kita diberi keterampilan oleh Allah untuk berbicara sesuai dengan kondisi dan tempatnya. Kita berdialog dengan petani, tentu saja berbeda dialognya dengan seorang eksekutif. Berada di lingkungan santri yang fasih bahasa Arab, tentu saja berbeda kalau kita harus berdialog dengan orang di pasar yang tidak mengerti bahasa Arab. Seorang pendakwah misalnya, kalau orangnya tidak arif, ia akan sibuk mengobral dalil, mengobral kata-kata, walau tentu saja tidak semuanya salah, tapi apalah artinya jika kita meletakkan sesuatu tidak sesuai tempatnya. Pernah terjadi suatu ketika Umar bin Khathab bertemu dengan Abu Hurairah, "Mau pergi kemana engkau, hei Abu Hurairah?" Tanya Umar "Aku mau ke pasar, akan aku umumkan apa yang kudengar dari Rasulullah SAW," Jawab Abu Hurairah. "Apa kata Beliau ?", Umar bertanya lagi "Setiap orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, maka dakhalal Jannah, akan masuk Surga". "Tunggu dulu, wahai sahabat", cegah Umar. Umar bin Khathab pun kemudian pergi menemui Rasulullah. "Yaa Rasulullah, apakah benar engkau bersabda demikian (sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Hurairah)?" Tanyanya. Dan Rasul pun meng-iya-kan. "Tetapi, Yaa Rasul, saya keberatan kalau sabdamu itu disebarkan kepada sembarang orang karena dikuatirkan akan salah dalam menafsirkannya." Mendengar keberatan Umar itu, Rasul tercenung, lalu sesaat kemudian bersabda, "Yaa, aku setuju dengan pendapatmu". Abu Hurairah pun lalu dilarang untuk mengumumkannya di pasar. Demikianlah, perkataannya benar, sesuai dengan kenyataan. Akan tetapi, karena dikuatirkan akan salah penafsiran orang yang mendengarnya, karena diucapkan tidak pada tempatnya. 3). Jagalah Kehalusan Tutur Kata Orang yang lisannya bermutu haruslah berkemampuan memperhalus dan menjaga kata-katanya tidak menjadi duri atau tidak bagai pisau silet yang siap melukai orang lain. Betapa banyak kata-kata yang keluar yang rasa-rasanya ketika mengeluarkannya begitu gampang, begitu enak, tapi yang mendengar malah sebaliknya, hatinya tercabik-cabik, tersayat-sayat perasaannya, begitu perih dan luka tertancap dihatinya. Seakan memberi nasehat, tapi bagi yang mendengar apakah merasa dinasehati atau malah merasa dizhalimi. Hati-hati, ibu kepada anak, suami kepada istri, istri kepada suami, guru kepad murid, atasan kepada bawahan. Kadang kelihatannya seperti sedang memberi nasehat tetapi sesungguhnya kalau tidak hati-hati dalam memilih kata, justru kita sedang mengumbar duri-duri pisau 'cutter' yang tajam mengiris. Rasulullah bersabda, "Jiwa seorang mukmin bukanlah pencela, pengutuk, pembuat perbuatan keji dan berlidah kotor" (HR. Turmudji dan Ibnu Mas'ud). Bahkan bagi orang kafir sekalipun, Nabi melarang mencelanya. Dikisahkan bahwa ketika beberapa orang kafir terbunuh dalam perang Badar, Nabi bersabda : "Janganlah kamu memaki mereka, dari apa yang kamu katakan, dan kamu menyakiti orang-orang yang hidup. Ketahuilah bahwa kekotoran lidah itu tercela" (HR. An Nasai) Sahabat-sahabat kalau kita berbuat salah, kita begitu rindu orang lain bersifat bijak kepada kita dengan memberi maaf. Kala kita tak sengaja memecahkan piring atau melakukan kesalahan sehingga TV rusak atau kita naik motor agak lalai sehingga menabrak atau masuk got. Maka apa yang kita inginkan ? Yang kita inginkan dari orang lain adalah dia dapat bijaksana kepada kita. "Innaalillaahi wa innaailaihi raaji'uun" "Lain kali lebih hati-hati, jadikan ini pelajaran yang baik, bertaubatlah". Demikian kata-kata bijak yang kita harapkan. Sebab sangat pasti akan selalu ada kesempatan kita untuk berbuat kesalahan. Dikala itu, jika orang menyikapi dengan baik, kita diberi semangat untuk bertaubat, semangat untuk mempertanggungjawabkan, kita tidak dicela, kita tidak dipermalukan, maka yang terjadi adalah semangat kita untuk mempertanggungjawabkannya menjadi lebih besar. Bandingkan dengan kalau kita melakukan suatu kesalahan, lalu orang lain marah kepada kita, "Diam disini, ini perhatikan ! Dasar anak dungu, tidak hati-hati, begitu sering membuat kesalahan, kemarin ini, sekarang itu. Ini adalah kelakuan yang sangat menyebalkan, dia pengacau di tempat kita, dia adalah orang yang paling merugikan". Bayangkan perasaan kita, yang terjadi adalah merasa dipermalukan, merasa dicabik-cabik, merasa dihantam, merasa diremukkan, harga diri kita benar-benar diinjak-injak. Saya kira kata-kata itu tidak akan masuk ke dalam kalbu, kecuali dendam yang akan merasuk. Diriwayatkan bahwa suatu waktu, seorang Arab Badwi bertemu Rasulullah SAW, dan Rasulullah berkata : "Engkau harus bertakwa kepada Allah, Jika seseorang membikin malu padamu, dengan sesuatu yang diketahuinya padamu, maka janganlah memberi malu dia dengan sesuatu yang engkau ketahui padanya. Niscaya akan celaka padanya dan pahalanya padamu. Dan janganlah engkau memaki sesuatu !" (HR. Bukhari-Muslim) Dalam Hadist lain Rasulullah SAW bersabda, "Bahwa yang pertama-tama diberitahukan Tuhan kepadaku dan dilarang aku daripadanya sesudah penyembahan berhala dan minum khamar, ialah mencaci orang". (HR. Ibu Abi Dunya). Sungguh kalau kita tidak suka dipermalukan, tidak suka disakiti, tidak suka direndahkan, mengapa kata-kata kita sering mempermalukan, merendahkan, menghinakan orang lain? Padahal, sebaik-baiknya kata adalah yang mengoreksi, yang dapat meraba perasaan diri sendiri dan orang lain kalau misalnya kita diperlakukan seperti itu. "Duh, dengan kata-kata ini dia terluka atau tidak, dengan kata-kata ini dia tersakiti atau tidak ?" Manfaat tidak kalau misalnya ada yang shaum, lalu ditanya shaum atau tidak, makin kita tanya, "Saudara shaum atau tidak?" Padahal dia sedang berusaha menyembunyikan amalnya, terpaksa harus bicara. Kalau menjawab "Ya, Saya Shaum", terbersit peluang untuk riya. Kalau menjawab, "Tidak", jadi dosa karena berdusta. Kalau diam saja takut disangka sombong. Maka, kita telah menyusahkan orang gara-gara pertanyaan kita. Saudara-saudara sekalian, sudahlah jangan banyak tanya yang kira-kira tidak bermanfaat bahkan menjadi beban bagi yang ditanya. Jangan pernah berkata yang membuat orang lain jadi susah, kita juga tidak mau disusahkan oleh perkataan orang lain. Kalau disuruh memilih, mending diajak bicara yang kasar atau yang halus ? Tentu kita akan memilih berbicara dengan bahasa yang halus. Firmannya, "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah segolongan laki-laki menghina segolongan yang lain, boleh jadi (mereka yang dihina itu) lebih baik dari mereka (yang menghina). Dan janganlah segolongan perempuan (menghina) golongan perempuan yang lainnya, boleh jadi (yang dihina) lebih baik dari mereka (yang menghina)." (QS. Al Hujurat 49:11). Rasulullah juga bersabda, "Demi Allah Aku tidak suka menceritakan tentang seseorang". (HR. Abu Daud dan Turmudji). Jangan pula menasehatkan apa yang tidak pernah kita lakukan, sebab firman-Nya: "Hai, orang-orang yang beriman, mengapa engkau berkata-kata sesuatu yang tidak engkau perbuat. Sesungguhnya amat besar kemurkaan Allah terhadap orang yang berkata tapi tidak melakukannya." (QS. Ash Shaff 61: 2-3) Maka, mulai sekarang, jagalah lisan kita, banyaklah berbuat daripada berkata, atau banyaklah berkata dengan perbuatan daripada banyak berkata tanpa ada perbuatan. Kita tidak akan terhormat oleh banyak berbicara sia-sia, kehormatan kita adalah dengan berkata benar atau diam. Gelas yang kosong hanya diisi dengan air, tapi mata air yang melimpah airnya bisa mengisi wadah apapun. Artinya, orang yang kosong harga dirinya hanya ingin dihargai, tapi orang yang melimpah harga dirinya akan senang menghargai orang lain. Pastikan gaya bicara kita jangan merendahkan orang lain, karena diri kita ingin dihargai, hal itu justru menunjukkan kerendahan diri kita. Karena mulut itu bagai moncong teko, hanya mengeluarkan isi teko, di dalam kopi keluar kopi, di dalam teh keluar teh, di dalam bening keluar bening. Maka berbahagialah bagi yang ucapannya keluar dari mulutnya bagai untaian kalung mutiara, yang niscaya ia akan merasakan betapa indah dan berkilau indahnya. Kalau pembicaraan bagai untaian perhiasan harganya, insyaallah hatinya akan berharga pula. Tapi kalau mulutnya bagai keranjang sampah tumpah, maka hatinya akan tak jauh pula. Untuk dapat menjaga lisan menjadi terjaga dan bermutu, ada empat syaratnya yaitu: 1. Berkatalah dengan perkataan yang benar 2. Berkatalah sesuai tempatnya 3. Jagalah kehalusan tutur kata 4. Berkatalah yang bermanfaat Pastikan setiap kata-kata yang keluar dari mulut kita itu full manfaat. Rasulullah bersabda, "Diantara tanda kebaikan akhlak manusia muslim adalah meninggalkan apa yang tidak perlu" (HR. Turmudji). Dalam riwayat lain disebutkan bahwa, Nabi SAQ kehilangan Ka'ab bin Ajrah. Lalu beliau tanyakan kemana Ka'ab sekarang. Mereka menjawab: "Beliau sakit, yaa Rasulullah". Lalu Nabi keluar berjalan, sehingga sampai pada Ka'ab, Lalu beliau bersabda : "Gembiralah wahai Ka'ab", Lalu Nabi bertanya : "Siapakah wanita yang bersumpah ini kepada Allah ?" Ka'ab menjawab : "Ibuku, wahai Rasulullah" Lalu Nabi menyahut : "Apakah yang diberitahukan kepada engkau wahai Ummu Ka'ab ?" Ibunya Ka'ab menjawab : "Mungkin Ka'ab berkata perkataan yang tidak perlu atau tidak berkata yang diperlukan". (HR. Ibnu Abi Dunya) Maka, satu-satunya pilihan adalah berkata yang penuh manfaat. Ketika tiba-tiba hujan, "Huuh, hujan !" Lho, apa untungnya berkata begitu, apa dengan berkata begitu hujannya jadi berhenti ? Tidak kan...? Hujan adalah pekerjaan Allah, suka-suka Allah mau ngasih hujan atau tidak, yang pasti setiap perbuatan Allah itu bermanfaat buat orang beriman. Apa salahnya Allah menurunkan hujan, dulu waktu kemarau panjang mengeluh, di kasih hujan masih mengeluh juga. Suatu ketika pernah duduk dengan seorang ulama yang terpelihara, "Aduh, jam tangan ketinggalan !" Tiba-tiba saya ingat, bahwa jam saya ketinggalan. "Kenapa pakai aduh ? Lebih bermanfaat kalau mengucapkan innaalillaahi, lupa nih ketinggalan jam, mudah-mudahan dapat diambil di waktu yang tepat". Sahabat-sahabat sekalian, jangan bunyi kecuali yang bermanfaat. Jangan pula mencela perbuatan Allah. Panas, dingin, hujan atau kemarau, dengan panas yang membakar sekalipun, jangan mencela. Atau tiba-tiba petir mengelegar, kenapa menjerit ....? Bukannya malah menyebut nama Allah. Atau tiba-tiba menginjak bangkai, "Hiii bangkai anjing sialan !" Kenapa harus mencaci, tidak usah mencela, beristighfarlah, sebab Allah memberikan kejadian, sangat pasti ada hikmahnya. 4. Berkatalah yang Bermanfaat Dikisahkan bahwa suatu waktu Nabi Isa, as, melihat bangkai seekor anjing, ketika sahabat-sahabatnya berpaling karena jijik, maka Nabi Isa justru melihat susunan gigi putihnya yang tertata indah, "Anjing itu giginya rapi sekali yaa...!", Teman-temannya keheranan. "Yaa, Rabbii (Guru), kenapa Paduka berkata begitu, bangkai anjing itu kan sangat menjijikkan. Bahkan Paduka sendiri kalau dihina, dicaci, diremehkan dengan kata-kata jelek, kata-kata Tuan selalu baik ?" Nabi Isa Menjawab: "Karena setiap orang memang akan mengeluarkan apa yang dimilikinya. Kalau pikiran dan perasaannya jelek, maka yang keluar adalah yang jelek-jelek juga", Demikian jawabnya. Makin banyak kepeleset lidah, makin banyak masalah dan dosanya, makin banyak dosa, nerakalah tempatnya. Maka, "Fal yakul khairan au liyasmut", "Berkatalah yang benar atau diam", Demikian Sabda Nabi. Jangan sekali-kali mencela makanan yang sudah tersaji di depan mata. "Huuh, ini mah terlalu asin !" Kalau nggak suka kasikan kepada makhluk lain yang lebih membutuhkan. Ada makanan terlalu dingin, yaa hangatkan ! Jangan mengeluh, jangan mencela. Sebab sudah dikasih makan saja oleh Allah sudah untung. Mencela atau mengutuk bukanlah akhlak seorang muslim. Rasulullah bersabda, "Orang Mukmin itu bukan type pengutuk" (HR. Turmudji). Dalam Hadits lain Nabi SAW bersabda, "Janganlah Kamu kutuk-mengutuk dengan kutukan ALLAH, dengan kemarahan-NYa, dan dengan neraka Jahannam". (HR. Abu Dawud dan Turmudji) Pernah suatu waktu ketika di tanah suci, ada seorang jemaah haji ikhwan yang suatu waktu ia mendapat jatah makanannya dingin dan keras. Maka, mengeluhlah dia, "Huuh, susah di Arab ini, masa nasi aja sebegini keras." Gerutunya tanpa henti. Seseorang kemudian menasehatinya, "Pak, kalau Bapak semakin mengeluh, mencela, Bapak akan semakin sengsara, menderita. Karena yang memberi makan adalah ALLAH, ada kalanya Allah menguji dengan makanan yang enak dan lezat, ada kalanya pula Allah menguji dengan makanan yang tidak enak atau mungkin dengan makanan yang sudah basi. Kenapa ketika sekali ini makanan kita tidak enak, lalu kita sibuk mencaci, mencela, yang tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan justru mengundang murka Allah " Padahal di Mekkah lamanya 40 hari, 40 x 3 = 120 kali, dan makan yang enggak enak ini cuma satu kali, maka tidak adik dia, zhalim dia. Sahabat-sahabat sekalian berhentilah mencela. Lihat orang berbibir tebal, sudahlah jangan mencela, toh bibik kita dan bibir dia, ALLAH juga yang menciptakan. Seseorang yang matanya sipit, tidak berarti kita harus mengatakan "betapa sempitnya dunia bagi dia". Dia sama sekali tidak memiliki matanya, Allah-lah yang menciptakannya. Apakah kita akan mencela ciptaan Allah ? Padahal olok-olok, penghinaan, dan pencelaan akan menyulitkan kita di akhirat kelak. Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya orang-orang yang memperolok-olok manusia itu, dibukakan pintu surga bagi salah seorang dari mereka. Lalu dikatakan kepadanya, "Mari, marilah!" Lalu orang yang memperolok-olokan itu datang dengan kesusahan dan kegundahannya. Ketika ia datang ke pintu surga itu, lalu pintu surga itu terkunci buat dia. Maka terus menerus seperti yang demikian, sehingga pintu itu dibukakan bagi orang tersebut, lalu dikatakan kepadanya. "Mari, Marilah!", Maka ia tidak datang lagi ke pintu itu". (HR. Ibnu Abi Dunya). Maka pastikan, dari mulut kita tidak keluar kata-kata penghinaan, pencelaan, olok-olok, dan yang sejenisnya. Pokoknya kalau enggak perlu-perlu amat, jangan bunyi. Wah, kalau begitu nanti dunia ini sepi dong... Lho bicara itu tidak selalu harus pakai mulut, senyum ramah, duduk dengan penuh perhatian, santun, ini sudah bicara. Cara menunjuk, cara bersila, bagaimana kita bersikap terhadap pembicaraan orang lain. Itu semua sudah merupakan ribuan kata, bahkan jutaan kata. Ingatlah bahwa syarat istiqomahnya hati di jalan ALLAH adalah istiqomahnya lisan. Sabda Nabi SAW, bahwa "Tidak akan istiqomah iman seseorang sebelum istiqamah hatinya, dan tidak akan istiqomah hatinya sebelum istiqamah lisannya". (HR. Ahmad) Subhanallah, maka marilah mulai sekarang kita menjaga dan mengelola lisan kita dengan hanya digunakan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

JAGA LISAN

Tiada satu patah katapun yang kita ucapkan luput dari pendengaran Allah. Tiada satu patah katapun yang diucapkan kecuali pasti memakan waktu. Tiada satu patah katapun yang kita ucapkan kecuali dengan sangat pasti harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Maka, sebaik-baik dan seberuntung-beruntungnya manusia adalah orang yang sangat mampu memperhitungkan dan memperhatikan setiap kata yang diucapkannya. Sungguh, alangkah sangat beruntungnya orang yang menahan setiap kata-kata yang diucapkannya, alangkah sangat beruntungnya orang yang menahan diri dari kesia-siaan berkata dan menggantinya dengan berdzikir kepada Allah. Berkata sia-sia membuang waktu sedangkan berpikir membuka pintu hikmah. Maka, alangkah beruntungnya orang yang kuasa menahan lisannya dan menggantinya dengan berdzikir. Berkata sia-sia mengundang bala, berdzikir kepada Allah mengundang rakhmat. Rasulullah SAW bersabda, "Setiap ucapan Bani Adam itu membahayakan dirinya (tidak memberi manfaat), kecuali kata-kata berupa amar ma'ruf dan nahi munkar serta berdzikir kepada Allah azza wa Jalla (HR. Turmudzi). Setiap manusia diberi modal oleh Allah dalam mengarungi kehidupan ini. Modalnya adalah waktu, dan seberuntung-beruntungnya manusia adalah orang yang memanfaatkan waktunya untuk keuntungan dunia dan akhiratnya, sedangkan sebodoh-bodohnya manusia adalah orang yang menghambur-hamburkan modalnya (waktu) tanpa guna. Setiap kali kita berbicara pasti menggunakan modal kita, yaitu waktu. Maka, sebenarnya kemuliaan dan kehormatan itu dapat dilihat dari apa yang diucapkannya. Allah SWT berfirman : "Amat sangat beruntung, bahagia, sukses, orang yang khusu' dalam sholatnya, dan orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh menahan diri dari perbuatan dan perkataan sia-sia." (QS Al Mu'minun 23: 1- 3), subhanallah. Sahabat-sahabat sekalian, salah satu ciri martabat keislaman seseorang itu bisa dilihat dari bagaimana ia berjuang keras untuk menhindarkan dirinya dari kesia-siaan. Maka semakin kita larut dalam kesia-siaan maka, akan semakin tampak keburukan martabat keislaman kita dan semakin akrab dengan bala bencana, yang selanjutnya hati pun akan keras membatu dan akan lalai dari kebenaran. Rasulullah sendiri dengan tegas melarang kita banyak bicara yang sia-sia. "Janganlah kamu sekalian memperbanyak bicara selain berdzikir kepada Allah, sesungguhnya memperbanyak perkataan tanpa dzikir kepada Allah akan mengeraskan hari, dan sejauh-jauh manusia adalah yang hatinya keras." (HR. Turmudji) Kita lihat banyak orang berbicara tapi ternyata tidak mulia dengan kata-katanya. Banyak orang berkata tanpa bisa menjaga diri, padahal kata-kata yang terucapkan harus selalu dipertanggung-jawabkan, yang siapa tahu akan menyeretnya ke dalam kesulitan. Sebelum berkata, kita yang menawan kata-kata, tapi sesudah kata terucapkan kitalah yang ditawan kata-kata kita. Rasulullah bersabda : " Barangsiapa memperbanyak perkataan, maka akan jatuh dirinya. Maka barangsiapa jatuh dirinya, maka akan banyak dosanya. Barangsiapa banyak dosanya, maka nerakalah tempatnya". (HR. Abu Hatim). Dari Sahl bin Sa'ad as Saidi, dia berkata: "Barang siapa menjamin bagiku apa yang ada diantara dua tulang rahangnya (lidah) dan yang ada diantara kedua kakinya (kemaluan), niscaya akan aku jamin surga baginya."(HR. Bukhari). Dalam hadits lain Rasulullah bersabada; "Barangsiap menjaga dari kejahatan qabqabnya, dzabdzabnya, dan laglagnya, niscaya ia akan terjaga dari kejahatan seluruhnya."(HR. Ad Dailami) Yang dimaksud qabqab adalah perut, Dzaabdzab adalah kemaluan, dan Laqlaq adalah lidah. Maka tampaknya adalah menjadi wajib bagi siapapun yang ingin membersihkan hatinya, mengangkat derajatnya dalam pandangan Allah Ajjaa Wa Jallaa, ingin hidup lebih ringan terhindar dari bala bencana, untuk bersungguh-sungguh menjaga lisannya. Aktivitas berbicara bukanlah perkara panjang atau pendeknya, tapi berbicara adalah perkara yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya. Ada sebuah kisah, suatu waktu ada seseorang bertanya tentang suatu tempat yang ternyata tempat tersebut adalah tempat mangkal "wanita tuna susila". "Dimana sih tempat x ?" Lalu si orang yang ditanya menunjuk ke arah suatu tempat dan hanya dengan "Tuh !", lalu si penanya datang ke sana dan naudzubillah dia berbuat maksiat, di pulang, lalu dia sebarkan lagi kepada teman-temannya, lalu berbondong-bondong orang ke sana, berganti hari, minggu, dan tahun. Maka setiap ada orang yang bermaksiat di sana, orang yang menunjukkan itu memikul dosanya, padahal dia hanya berkata : "Tuh !", cuman tiga huruf. Setiap hari orang berzina di sana, maka pikul tuh dosanya, karena dia telah memberi jalan bagi orang lain untuk bermaksiat dengan menunjukkan tempatnya. Jadi waspada, dengan lidah, menggerakkannya memang mudah, tidap perlu pakai tenaga besar, tidak perlu pakai biaya mahal, tapi bencana bisa datang kepada kita. Berbicara itu baik, tapi diam jauh lebih bermutu. Dan ada yang lebih hebat dari diam, yaitu BERKATA BENAR. "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam !" (HR. Bukhari Muslim). Sebab lisanlah yang banyak memasukkan kita ke neraka. Rasulullah bersabda : "Kebanyakan yang memasukkan ke neraka adalah dua lobang, yaitu : mulut dan fardji (kemaluan)" (HR Turmudji dan Imam Ahmad). Sedangkan Imam Hasan berkata bahwa, "Tidak akan berarti agama seseorang bagi orang yang tidak menjaga lisannya". : bahwa melanjutkan, Beliau "Baiknya Islam seseorang adalah dengan meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya". Untuk dapat menjaga lisan menjadi terjaga dan bermutu, ada empat syaratnya, yaitu : 1. Berkatalah dengan Perkataan yang Benar Kalau kita ingin berbicara dengan benar, maka pastikan bahwa pembicaraan kita bersih dari bohong, bersih dari dusta. Kata-kata kita ini harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jangan pernah mau berkata apapun yang kita sendiri tidak yakin dengan apa yang kita katakan. Jangan berusaha berkata-kata semata-mata agar orang terkesima, terpesona, suka, karena semuanya tidak akan menolong kita. Perkataan kita yakin dengan seyakin-yakinnya haruslah dapat dipertanggungjawabkan. Bohong, dusta, sama sekali tidak akan menolong diri kita ini, karena kedustaan mutlak diketahui oleh Alloh dan sangat mudah bagi ALlah membeberkan segala kebohongan dan kedustaan kita. Dusta tidak akan mengangkat derajat, bahkan sebaliknya kalau Allah membeberkan kebohongan kita, kedustaan kita, maka, kita akan menjadi orang yang tidak berharga sedikitpun. Untuk dapat orang percaya pada kita tidak bisa dibeli dengan uang, tidak bisa dibayar dengan harta, sekali tampak bahwa kita pendusta, pembohong, tukang tipu, maka akan butuh waktu yang sangat lama untuk mengembalikan kepercayaan orang pada kita. Dusta, bohong, hanya membuat hidup jadi sempit. Camkan, bahwa semakin banyak kita berbohong, semakin sering kita berdusta, maka kita telah membuat penjara, yang membuat kita selau takut dusta kita terbuka, bahkan selanjutnya kita akan berusaha untuk membuat dusta baru, bohong baru untuk menutupi kebohongan yang telah kita lakukan. Beranilah hidup tampil dengan apa adanya, biarlah kita tampil begini adanya. Kenapa harus berdusta, lebih baik kita tidak diterima, karena kita sudah mengatakan apa adanya daripada kita diterima karena mendustainya. Jangan berat untuk tampil apa adanya. Daripada kita sibuk merekayasa agar rekayasa kata, sangat pasti tidak akan menolong sedikitpun "yu izzumantasyaa wa tudzillu man tasya" Yang mengangkat derajat bukan kebohongan, bukan rekayasa kita, tapi Allah saja, dan sebaliknya yang menghinakan juga Allah. Cegahlah dusta walau sekecil apapun, kecuali tentunya bohong yang dibenarkan oleh syariat. Misalnya, bohong dalam rangka bersiasat kepada musuh, bohong ringan dengan maksud untuk mendamaikan orang-orang yang bersengketa demi kebaikan. Bohong istri kepada suami atau sebaliknya dengan maksud untuk menyembunyikan kejelekan, bohong untuk membahagiakan dengan cara yang sah dan benar, tetapi bukan bohong untuk menyembunyikan aib dan kesalahan. Sahabat-sahabat sekalian, Berpikirlah sebelum berbicara. Jangan pernah biarkan terlontar dari lisan ini sesuatu yang kita sendiri meragukannya. Apalagi dengan sengaja kita berkata dusta, naudzubillah. Demi Allah, Allah Maha Mendengar, tahu persis segala nita di balik kata yang kita ucapkan. Kedustaan kita hanya masalah waktu saja bagi Allah untuk membeberkannya, walau mati-matian kita menutupinya. Maka, pastikan setiap pembicaraan kita untuk tidak ada dusta, walau sedikitpun. Firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar". (QS Al Baqarah:263) Cukuplah ayat ini sebagai dalil bagi hamba-hamba-Nya untuk selalu menyampaikan kebenaran. Selalulah mohon kepada Allah agar lisan ini dituntun dan dilindungi sehingga terhindar dari perkataan yang tidak benar. 2. Berkatalah sesuai tempatnya "Liqulli maqaam maqaal walikulli maqaal maqaam" Artinya, "Tiap perkataan itu ada tempat terbaik dan setiap tempat memiliki perkataan (yang terucap) yang terbaik pula." Tidak setiap kata sesuai di setiap tempat, sebaliknya tidak setiap tempat sesuai dengan perkataan yang dibutuhkan. Hati-hati sebelum kita bicara, harus kita ukur siapa yang diajak bicara. Berbicara dengan anak kecil tentu akan jauh beda dengan ketika berbicara dengan orang tua. Berbicara dengan remaja tentu akan jauh beda dengan ketika berbicara dengan guru kita. Orang yang tidak terampil untuk membaca situasi, walau niatnya benar, hasilnya bisa jadi kurang benar. Lihatlah misalnya, ketika kita berbincang dengan ponakan yang masih kecil, betapa kita akan berusaha menyesuaikan diri dengan dunianya, gerakan tangan kita, raut muka kita. Hal ini karena dia tidak akan mengerti kalau kita menggunakan gaya bahasa orang tua. Tapi tidak mungkin kita memperlakukan guru kita dengan cara yang sama seperti kala kita berbicara kepada keponakan kita. Oleh karena itu, niat untuk berdakwah dengan mengetahui dalil-dalil Quran, memahami dan mengetahui banyak hadist, belumlah cukup. Sebab kalau kita berbicara tanpa cara yang tepat, misalnya dengan mengobral dalil, menunjukkan banyaknya hafalan saja, tidaklah cukup. Dalam situasi orang berkumpul pasti punya kondisi mental yang berbeda, ada orang yang sedang gembira, yang tentu saja akan berbeda daya tangkapnya dengan yang sedang nestapa. Ada orang yang sedang menikmati kesuksesannya, dan tentu saja akan berbeda dengan orang yang sedang dilanda masalah dalam hidupnya. Oleh karena itu orang yang sehat berbeda kemampuan menangkap idenya, dengan orang yang sedang sakit, orang yang sedang segar bugar, ceria berbeda kemampuan memahaminya dengan orang sudah letih lahir batinnya. Maka seseorang pembicara terbaik tidak cukup hanya berbica benar, tapi juga harus sangat bisa memilih situasi kapan dia berbicara. Mengapa banyak nasehat orang tua yang tidak didengar oleh anaknya yang masih remaja? Saya khawatir orang tua merasa benar dengan apa yang dikatakannya, tapi tidak benar dalam membaca situasi dan kondisi remaja yang sedang diajak bicara, yang notabene kondisinya sedang labil. Memang aneh kita ini ketika anak masih kecil, orang tua akan berusaha beraktivitas, bersikap, dan berbicara agar dapat dipahami oleh si kecil, tetapi menjelang remaja, pada saat perpindahan usia, perpindahan masa, ia tidak berusaha beradaptasi dengan kondisi anaknya. maka disinilah kita perlu ilmu. Sebab dengan ilmu yang memadai setiap orang dapat berwibawa di depan anak-anaknya. Subhaanallah, Ada banyak cara dalam berkomunikasi, dan berbahagialah jikalau kita diberi keterampilan oleh Allah untuk berbicara sesuai dengan kondisi dan tempatnya. Kita berdialog dengan petani, tentu saja berbeda dialognya dengan seorang eksekutif. Berada di lingkungan santri yang fasih bahasa Arab, tentu saja berbeda kalau kita harus berdialog dengan orang di pasar yang tidak mengerti bahasa Arab. Seorang pendakwah misalnya, kalau orangnya tidak arif, ia akan sibuk mengobral dalil, mengobral kata-kata, walau tentu saja tidak semuanya salah, tapi apalah artinya jika kita meletakkan sesuatu tidak sesuai tempatnya. Pernah terjadi suatu ketika Umar bin Khathab bertemu dengan Abu Hurairah, "Mau pergi kemana engkau, hei Abu Hurairah?" Tanya Umar "Aku mau ke pasar, akan aku umumkan apa yang kudengar dari Rasulullah SAW," Jawab Abu Hurairah. "Apa kata Beliau ?", Umar bertanya lagi "Setiap orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, maka dakhalal Jannah, akan masuk Surga". "Tunggu dulu, wahai sahabat", cegah Umar. Umar bin Khathab pun kemudian pergi menemui Rasulullah. "Yaa Rasulullah, apakah benar engkau bersabda demikian (sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Hurairah)?" Tanyanya. Dan Rasul pun meng-iya-kan. "Tetapi, Yaa Rasul, saya keberatan kalau sabdamu itu disebarkan kepada sembarang orang karena dikuatirkan akan salah dalam menafsirkannya." Mendengar keberatan Umar itu, Rasul tercenung, lalu sesaat kemudian bersabda, "Yaa, aku setuju dengan pendapatmu". Abu Hurairah pun lalu dilarang untuk mengumumkannya di pasar. Demikianlah, perkataannya benar, sesuai dengan kenyataan. Akan tetapi, karena dikuatirkan akan salah penafsiran orang yang mendengarnya, karena diucapkan tidak pada tempatnya. 3). Jagalah Kehalusan Tutur Kata Orang yang lisannya bermutu haruslah berkemampuan memperhalus dan menjaga kata-katanya tidak menjadi duri atau tidak bagai pisau silet yang siap melukai orang lain. Betapa banyak kata-kata yang keluar yang rasa-rasanya ketika mengeluarkannya begitu gampang, begitu enak, tapi yang mendengar malah sebaliknya, hatinya tercabik-cabik, tersayat-sayat perasaannya, begitu perih dan luka tertancap dihatinya. Seakan memberi nasehat, tapi bagi yang mendengar apakah merasa dinasehati atau malah merasa dizhalimi. Hati-hati, ibu kepada anak, suami kepada istri, istri kepada suami, guru kepad murid, atasan kepada bawahan. Kadang kelihatannya seperti sedang memberi nasehat tetapi sesungguhnya kalau tidak hati-hati dalam memilih kata, justru kita sedang mengumbar duri-duri pisau 'cutter' yang tajam mengiris. Rasulullah bersabda, "Jiwa seorang mukmin bukanlah pencela, pengutuk, pembuat perbuatan keji dan berlidah kotor" (HR. Turmudji dan Ibnu Mas'ud). Bahkan bagi orang kafir sekalipun, Nabi melarang mencelanya. Dikisahkan bahwa ketika beberapa orang kafir terbunuh dalam perang Badar, Nabi bersabda : "Janganlah kamu memaki mereka, dari apa yang kamu katakan, dan kamu menyakiti orang-orang yang hidup. Ketahuilah bahwa kekotoran lidah itu tercela" (HR. An Nasai) Sahabat-sahabat kalau kita berbuat salah, kita begitu rindu orang lain bersifat bijak kepada kita dengan memberi maaf. Kala kita tak sengaja memecahkan piring atau melakukan kesalahan sehingga TV rusak atau kita naik motor agak lalai sehingga menabrak atau masuk got. Maka apa yang kita inginkan ? Yang kita inginkan dari orang lain adalah dia dapat bijaksana kepada kita. "Innaalillaahi wa innaailaihi raaji'uun" "Lain kali lebih hati-hati, jadikan ini pelajaran yang baik, bertaubatlah". Demikian kata-kata bijak yang kita harapkan. Sebab sangat pasti akan selalu ada kesempatan kita untuk berbuat kesalahan. Dikala itu, jika orang menyikapi dengan baik, kita diberi semangat untuk bertaubat, semangat untuk mempertanggungjawabkan, kita tidak dicela, kita tidak dipermalukan, maka yang terjadi adalah semangat kita untuk mempertanggungjawabkannya menjadi lebih besar. Bandingkan dengan kalau kita melakukan suatu kesalahan, lalu orang lain marah kepada kita, "Diam disini, ini perhatikan ! Dasar anak dungu, tidak hati-hati, begitu sering membuat kesalahan, kemarin ini, sekarang itu. Ini adalah kelakuan yang sangat menyebalkan, dia pengacau di tempat kita, dia adalah orang yang paling merugikan". Bayangkan perasaan kita, yang terjadi adalah merasa dipermalukan, merasa dicabik-cabik, merasa dihantam, merasa diremukkan, harga diri kita benar-benar diinjak-injak. Saya kira kata-kata itu tidak akan masuk ke dalam kalbu, kecuali dendam yang akan merasuk. Diriwayatkan bahwa suatu waktu, seorang Arab Badwi bertemu Rasulullah SAW, dan Rasulullah berkata : "Engkau harus bertakwa kepada Allah, Jika seseorang membikin malu padamu, dengan sesuatu yang diketahuinya padamu, maka janganlah memberi malu dia dengan sesuatu yang engkau ketahui padanya. Niscaya akan celaka padanya dan pahalanya padamu. Dan janganlah engkau memaki sesuatu !" (HR. Bukhari-Muslim) Dalam Hadist lain Rasulullah SAW bersabda, "Bahwa yang pertama-tama diberitahukan Tuhan kepadaku dan dilarang aku daripadanya sesudah penyembahan berhala dan minum khamar, ialah mencaci orang". (HR. Ibu Abi Dunya). Sungguh kalau kita tidak suka dipermalukan, tidak suka disakiti, tidak suka direndahkan, mengapa kata-kata kita sering mempermalukan, merendahkan, menghinakan orang lain? Padahal, sebaik-baiknya kata adalah yang mengoreksi, yang dapat meraba perasaan diri sendiri dan orang lain kalau misalnya kita diperlakukan seperti itu. "Duh, dengan kata-kata ini dia terluka atau tidak, dengan kata-kata ini dia tersakiti atau tidak ?" Manfaat tidak kalau misalnya ada yang shaum, lalu ditanya shaum atau tidak, makin kita tanya, "Saudara shaum atau tidak?" Padahal dia sedang berusaha menyembunyikan amalnya, terpaksa harus bicara. Kalau menjawab "Ya, Saya Shaum", terbersit peluang untuk riya. Kalau menjawab, "Tidak", jadi dosa karena berdusta. Kalau diam saja takut disangka sombong. Maka, kita telah menyusahkan orang gara-gara pertanyaan kita. Saudara-saudara sekalian, sudahlah jangan banyak tanya yang kira-kira tidak bermanfaat bahkan menjadi beban bagi yang ditanya. Jangan pernah berkata yang membuat orang lain jadi susah, kita juga tidak mau disusahkan oleh perkataan orang lain. Kalau disuruh memilih, mending diajak bicara yang kasar atau yang halus ? Tentu kita akan memilih berbicara dengan bahasa yang halus. Firmannya, "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah segolongan laki-laki menghina segolongan yang lain, boleh jadi (mereka yang dihina itu) lebih baik dari mereka (yang menghina). Dan janganlah segolongan perempuan (menghina) golongan perempuan yang lainnya, boleh jadi (yang dihina) lebih baik dari mereka (yang menghina)." (QS. Al Hujurat 49:11). Rasulullah juga bersabda, "Demi Allah Aku tidak suka menceritakan tentang seseorang". (HR. Abu Daud dan Turmudji). Jangan pula menasehatkan apa yang tidak pernah kita lakukan, sebab firman-Nya: "Hai, orang-orang yang beriman, mengapa engkau berkata-kata sesuatu yang tidak engkau perbuat. Sesungguhnya amat besar kemurkaan Allah terhadap orang yang berkata tapi tidak melakukannya." (QS. Ash Shaff 61: 2-3) Maka, mulai sekarang, jagalah lisan kita, banyaklah berbuat daripada berkata, atau banyaklah berkata dengan perbuatan daripada banyak berkata tanpa ada perbuatan. Kita tidak akan terhormat oleh banyak berbicara sia-sia, kehormatan kita adalah dengan berkata benar atau diam. Gelas yang kosong hanya diisi dengan air, tapi mata air yang melimpah airnya bisa mengisi wadah apapun. Artinya, orang yang kosong harga dirinya hanya ingin dihargai, tapi orang yang melimpah harga dirinya akan senang menghargai orang lain. Pastikan gaya bicara kita jangan merendahkan orang lain, karena diri kita ingin dihargai, hal itu justru menunjukkan kerendahan diri kita. Karena mulut itu bagai moncong teko, hanya mengeluarkan isi teko, di dalam kopi keluar kopi, di dalam teh keluar teh, di dalam bening keluar bening. Maka berbahagialah bagi yang ucapannya keluar dari mulutnya bagai untaian kalung mutiara, yang niscaya ia akan merasakan betapa indah dan berkilau indahnya. Kalau pembicaraan bagai untaian perhiasan harganya, insyaallah hatinya akan berharga pula. Tapi kalau mulutnya bagai keranjang sampah tumpah, maka hatinya akan tak jauh pula. Untuk dapat menjaga lisan menjadi terjaga dan bermutu, ada empat syaratnya yaitu: 1. Berkatalah dengan perkataan yang benar 2. Berkatalah sesuai tempatnya 3. Jagalah kehalusan tutur kata 4. Berkatalah yang bermanfaat Pastikan setiap kata-kata yang keluar dari mulut kita itu full manfaat. Rasulullah bersabda, "Diantara tanda kebaikan akhlak manusia muslim adalah meninggalkan apa yang tidak perlu" (HR. Turmudji). Dalam riwayat lain disebutkan bahwa, Nabi SAQ kehilangan Ka'ab bin Ajrah. Lalu beliau tanyakan kemana Ka'ab sekarang. Mereka menjawab: "Beliau sakit, yaa Rasulullah". Lalu Nabi keluar berjalan, sehingga sampai pada Ka'ab, Lalu beliau bersabda : "Gembiralah wahai Ka'ab", Lalu Nabi bertanya : "Siapakah wanita yang bersumpah ini kepada Allah ?" Ka'ab menjawab : "Ibuku, wahai Rasulullah" Lalu Nabi menyahut : "Apakah yang diberitahukan kepada engkau wahai Ummu Ka'ab ?" Ibunya Ka'ab menjawab : "Mungkin Ka'ab berkata perkataan yang tidak perlu atau tidak berkata yang diperlukan". (HR. Ibnu Abi Dunya) Maka, satu-satunya pilihan adalah berkata yang penuh manfaat. Ketika tiba-tiba hujan, "Huuh, hujan !" Lho, apa untungnya berkata begitu, apa dengan berkata begitu hujannya jadi berhenti ? Tidak kan...? Hujan adalah pekerjaan Allah, suka-suka Allah mau ngasih hujan atau tidak, yang pasti setiap perbuatan Allah itu bermanfaat buat orang beriman. Apa salahnya Allah menurunkan hujan, dulu waktu kemarau panjang mengeluh, di kasih hujan masih mengeluh juga. Suatu ketika pernah duduk dengan seorang ulama yang terpelihara, "Aduh, jam tangan ketinggalan !" Tiba-tiba saya ingat, bahwa jam saya ketinggalan. "Kenapa pakai aduh ? Lebih bermanfaat kalau mengucapkan innaalillaahi, lupa nih ketinggalan jam, mudah-mudahan dapat diambil di waktu yang tepat". Sahabat-sahabat sekalian, jangan bunyi kecuali yang bermanfaat. Jangan pula mencela perbuatan Allah. Panas, dingin, hujan atau kemarau, dengan panas yang membakar sekalipun, jangan mencela. Atau tiba-tiba petir mengelegar, kenapa menjerit ....? Bukannya malah menyebut nama Allah. Atau tiba-tiba menginjak bangkai, "Hiii bangkai anjing sialan !" Kenapa harus mencaci, tidak usah mencela, beristighfarlah, sebab Allah memberikan kejadian, sangat pasti ada hikmahnya. 4. Berkatalah yang Bermanfaat Dikisahkan bahwa suatu waktu Nabi Isa, as, melihat bangkai seekor anjing, ketika sahabat-sahabatnya berpaling karena jijik, maka Nabi Isa justru melihat susunan gigi putihnya yang tertata indah, "Anjing itu giginya rapi sekali yaa...!", Teman-temannya keheranan. "Yaa, Rabbii (Guru), kenapa Paduka berkata begitu, bangkai anjing itu kan sangat menjijikkan. Bahkan Paduka sendiri kalau dihina, dicaci, diremehkan dengan kata-kata jelek, kata-kata Tuan selalu baik ?" Nabi Isa Menjawab: "Karena setiap orang memang akan mengeluarkan apa yang dimilikinya. Kalau pikiran dan perasaannya jelek, maka yang keluar adalah yang jelek-jelek juga", Demikian jawabnya. Makin banyak kepeleset lidah, makin banyak masalah dan dosanya, makin banyak dosa, nerakalah tempatnya. Maka, "Fal yakul khairan au liyasmut", "Berkatalah yang benar atau diam", Demikian Sabda Nabi. Jangan sekali-kali mencela makanan yang sudah tersaji di depan mata. "Huuh, ini mah terlalu asin !" Kalau nggak suka kasikan kepada makhluk lain yang lebih membutuhkan. Ada makanan terlalu dingin, yaa hangatkan ! Jangan mengeluh, jangan mencela. Sebab sudah dikasih makan saja oleh Allah sudah untung. Mencela atau mengutuk bukanlah akhlak seorang muslim. Rasulullah bersabda, "Orang Mukmin itu bukan type pengutuk" (HR. Turmudji). Dalam Hadits lain Nabi SAW bersabda, "Janganlah Kamu kutuk-mengutuk dengan kutukan ALLAH, dengan kemarahan-NYa, dan dengan neraka Jahannam". (HR. Abu Dawud dan Turmudji) Pernah suatu waktu ketika di tanah suci, ada seorang jemaah haji ikhwan yang suatu waktu ia mendapat jatah makanannya dingin dan keras. Maka, mengeluhlah dia, "Huuh, susah di Arab ini, masa nasi aja sebegini keras." Gerutunya tanpa henti. Seseorang kemudian menasehatinya, "Pak, kalau Bapak semakin mengeluh, mencela, Bapak akan semakin sengsara, menderita. Karena yang memberi makan adalah ALLAH, ada kalanya Allah menguji dengan makanan yang enak dan lezat, ada kalanya pula Allah menguji dengan makanan yang tidak enak atau mungkin dengan makanan yang sudah basi. Kenapa ketika sekali ini makanan kita tidak enak, lalu kita sibuk mencaci, mencela, yang tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan justru mengundang murka Allah " Padahal di Mekkah lamanya 40 hari, 40 x 3 = 120 kali, dan makan yang enggak enak ini cuma satu kali, maka tidak adik dia, zhalim dia. Sahabat-sahabat sekalian berhentilah mencela. Lihat orang berbibir tebal, sudahlah jangan mencela, toh bibik kita dan bibir dia, ALLAH juga yang menciptakan. Seseorang yang matanya sipit, tidak berarti kita harus mengatakan "betapa sempitnya dunia bagi dia". Dia sama sekali tidak memiliki matanya, Allah-lah yang menciptakannya. Apakah kita akan mencela ciptaan Allah ? Padahal olok-olok, penghinaan, dan pencelaan akan menyulitkan kita di akhirat kelak. Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya orang-orang yang memperolok-olok manusia itu, dibukakan pintu surga bagi salah seorang dari mereka. Lalu dikatakan kepadanya, "Mari, marilah!" Lalu orang yang memperolok-olokan itu datang dengan kesusahan dan kegundahannya. Ketika ia datang ke pintu surga itu, lalu pintu surga itu terkunci buat dia. Maka terus menerus seperti yang demikian, sehingga pintu itu dibukakan bagi orang tersebut, lalu dikatakan kepadanya. "Mari, Marilah!", Maka ia tidak datang lagi ke pintu itu". (HR. Ibnu Abi Dunya). Maka pastikan, dari mulut kita tidak keluar kata-kata penghinaan, pencelaan, olok-olok, dan yang sejenisnya. Pokoknya kalau enggak perlu-perlu amat, jangan bunyi. Wah, kalau begitu nanti dunia ini sepi dong... Lho bicara itu tidak selalu harus pakai mulut, senyum ramah, duduk dengan penuh perhatian, santun, ini sudah bicara. Cara menunjuk, cara bersila, bagaimana kita bersikap terhadap pembicaraan orang lain. Itu semua sudah merupakan ribuan kata, bahkan jutaan kata. Ingatlah bahwa syarat istiqomahnya hati di jalan ALLAH adalah istiqomahnya lisan. Sabda Nabi SAW, bahwa "Tidak akan istiqomah iman seseorang sebelum istiqamah hatinya, dan tidak akan istiqomah hatinya sebelum istiqamah lisannya". (HR. Ahmad) Subhanallah, maka marilah mulai sekarang kita menjaga dan mengelola lisan kita dengan hanya digunakan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.