Sabtu, 22 Oktober 2016

Ternyata Bumi berbentuk datar menurut Agama - agama besar didunia

JELANG lebaran timeline Facebook saya dipenuhi dengan status tentang Bumi datar, flat earth. Mulai dari status serius, sampai yang bernada guyon, "Enakan mana, tahu bulat apa tahu datar?" Ada juga yang membagikan video-video dari kanal Flat Earth 101 di YouTube. Jadi penasaran, benarkah Bumi ini datar?

Selama ini kita diajarkan bahwa Bumi berbentuk bulat, kurang-lebih seperti bola. Kepercayaan ini sudah ada sejak setidaknya 500 tahun terakhir, diawali dari teori heliosentris yang dikemukakan Nicolaus Copernicus. Kemudian diikuti oleh Galileo Galilei dan Johannes Kepler. Sebelum itu, manusia percaya bahwa Bumi adalah pusat alam semesta (geosentris) dan bentuknya datar. Ya,Bumi berbentuk datar adalah kepercayaan awal manusia.

Gerakan Bumi datar, atau flat earth movement dalam bahas Inggris, sebenarnya bukan barang baru. Keraguan akan bentuk Bumi bulat yang ditanamkan oleh sains modern sudah didengungkan sejak awal abad ke-19. Penulis Inggris Samuel Rowbotham (1816-1884) disebut-sebut sebagai pencetus awal teori Bumi datar di era modern.

Rowbotham menulis sebuah selebaran setebal 16 halaman yang diberi judul Zetetic Astronomyuntuk menyebarkan pandangannya. Ia kemudian menerbitkan buku setebal 430 halaman berjudulEarth Not A Globe, Bumi Tidak Bulat. Dalam buku ini Rowbotham menyatakan bahwa Bumi berbentuk seperti piringan, dengan kutub utara sebagai pusat Bumi dan dinding es Antartika sebagai tembok Bumi. Lalu di bagian atas Bumi ada sebuah kubah di mana Matahari, Bulan, serta benda-benda langit lainnya berputar mengelilingi Bumi.

Dalam buku tersebut Rowbotham menyebut Bulan dan Matahari terletak 4.800 km di atas Bumi, dan kosmos (bintang-bintang serta benda lain bergerak lainnya) berjarak 200 km lebih jauh. Ini jauh lebih dekat dari yang diajarkan astronomi masa kini, di mana konon jarak Matahari ke Bumi sejauh 149,6 juta km dan Bulan ke Bumi berjarak antara 147-152 juta km.

Menurut kepercayaan Rowbotham, Bulan dan Matahari beserta seluruh kosmos berpendar mengelilingi Bumi di bawah sebuah kubah Bumi yang oleh Alkitab disebut sebagai firmament. Masih menurut Alkitab, firmament adalah lapisan solid yang berfungsi memisahkan dunia manusia dengan surga yang menjadi Kerajaan Allah. Di atas firmament ada air atau lautan, karena itulah langit berwarna biru.

Keterkaitan antara teori Bumi datar dengan Alkitab ditegaskan Rowbotham dalam sebuah leaflet berjudul The Inconsistency of Modern Astronomy and Its Opposition To The Scriptures!! yang diterbitkannya belakangan. Dalam leaflet itu ia berpendapat, "Alkitab, bersama-sama dengan indra kita, mendukung ide bahwa Bumi berbentuk datar dan tidak bergerak, dan inilah kebenaran sejati yang tidak bisa disingkirkan oleh sebuah sistem yang semata-mata berdasarkan pada dugaan manusia."

Paham Bumi datar terus memiliki pengusung hingga ke abad 20. Tahun 1956, seorang flatter asal Inggris bernama Samuel Shenton mendirikan International Flat Earth Research Society (IFERS), organisasi komunitas flat earth pertama di dunia. Sepeninggal Samuel Shenton ada Charles K. Johnson yang memindahkan pusat IFERS ke Lancaster, California.

Kematian Johnson pada tahun 2001 sempat membuat kalangan Bumi datar kehilangan sosok berpengaruh, sampai kemunculan seorang pria yang mengaku bernama Daniel Shenton tiga tahun berselang. Di YouTube, ada nama Eric Dubay yang secara konsisten mengunggah video-video mengenai teori Bumi datar.


Bumi Datar dalam Kitab Suci
Komunitas penganut teori Bumi datar memang menyandarkan kepercayaan mereka pada kitab-kitab suci. Flatter dari kalangan Kristen dan Katolik, misalnya, menemukan beberapa ayat dalam Alkitab yang menyebutkan tentang firmament, serta Bumi yang tidak bisa bergerak melainkan Bulan dan Matahari.

Ambil contoh kisah Joshua yang meminta Allah untuk menghentikan Matahari dan Bulan. Saat itu Joshua tengah memimpin pasukan Bani Israel berperang melawan tentara Amorites di Kanaan, Palestina-Israel masa kini. Dalam perang tersebut Joshua memohon pada Allah untuk menghentikan Matahari dan Bulan, sehingga siang berjalan lebih lama dan Bani Israel dapat mengalahkan Amorites.

Kisah ini menyiratkan bahwa Matahari dan Bulan-lah yang mengelilingi Bumi, bukan sebaliknya. Sebab, jika memang benar Bumi mengelilingi Matahari sehingga terjadi siang dan malam, mengapa tidak Bumi-nya saja yang dminta berhenti berputar? Oh, mungkin karena Joshua belum tahu kalau Bumi mengelilingi Matahari. Bisa jadi, tapi bukankah Allah Maha Tahu?

Mengenai firmament, istilah ini merupakan terjemahan dari bahasa Ibrani raqia, atau raqiya` (רקיע), yang terdapat dalam Taurat (Perjanjian Lama). Akar kata ini adalah raqa (רקע), berarti "memukul atau menyebarkan keluar" seperti halnya pembuatan senjata tajam yang dibuat dengan cara memukul besi panas menjadi tipis dan kuat. Jadi, firmament adalah selubung tipis nan kuat.

Dalam kepercayaan Israel Kuno, alam semesta terdiri dari Bumi (eres) yang berbentuk datar dan mengambang di air, dengan surga (shamayim) di atas langit manusia, dan alam lain (sheol) terletak di bawah Bumi. Kaum Yahudi masa itu juga percaya bahwa langit adalah sebuah kubah dari bahan solid di mana Matahari, Bulan dan bintang-bintang tergantung.

Berikut gambaran kosmologi dalam kepercayaan orang Israel Kuno. Mereka yakin Yerusalem terletak persis di tengah-tengah Bumi, pusat dunia.


Bagaimana dengan al-Qur'an? Ada beberapa ayat yang menyiratkan Bumi berbentuk datar, yakni frasa "Bumi dihamparkan" yang dalam terjemahan bahasa Inggris diberi tambahan keterangan "like a carpet," seperti karpet. Karpet yang dihamparkan bentuknya datar, tidak bulat. Namun kita tidak menemukan tambahan keterangan seperti itu dalam al-Qur'an terjemahan bahasa Indonesia.

Demikian pula soal Matahari dan Bulan mengelilingi Bumi. Contohnya Surat Yasin ayat 38, yang artinya, "Matahari berjalan di tempat peredarannya, demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." Di ayat-ayat berikutnya dijelaskan lagi tentang garis edar Matahari dan Bulan.

Lalu dalam Surat al-Anbiyaa' ayat 23 dikatakan, "Dan Dia-lah yang telah menciptakan malam dan siang, Matahari dan Bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." Pertanyaannya, Matahari beredar mengelilingi apa? Mengelilingi Bumi seperti halnya Bulan, atau mengelilingi bintang Vega dalam Galaksi Bima Sakti seperti diajarkan sains modern?

Kutipan pendapat cendekiawan Muslim Ibnu Sina soal tujuh lapis langit, di mana lapisan kedelapan berupa lapisan solid tempat bintang-bintang dan benda langit lainnya berada, jadi salah satu pendukung argumen kalangan flatter. Soal tujuh lapis langit ini disebutkan pula dalam beberapa ayat al-Qur'an.

Selain ketiga agama samawi di atas, kepercayaan bahwa Bumi berbentuk datar dengan langit berupa kubah (dome) dianut agama-agama besar lain. Termasuk di antaranya kepercayaan Taoisme, yang menggambarkan alam semesta sebagai sebuah keseimbangan Yin dan Yang. Logo Taoisme, menurut video-video komunitas flat earth, adalah gambaran bentuk Bumi datar dengan Matahari dan Bulan yang menyebabkan terjadinya siang dan malam.

Sebuah peta Bumi berusia ribuan tahun pernah diketemukan di satu kuil Buddha di Jepang. Dalam peta kuno itu Bumi digambarkan berbentuk datar, bundar, dengan kutub utara sebagai pusat Bumi, dan dinding es mengelilingi sebagai pembatas. Hal sama dapat ditemui dalam kepercayaan Hindu, di mana tradisi Hindu, Buddha, dan Jain mempercayai Gunung Mahameru sebagai pusat Bumi.

Sekali lagi, kepercayaan bahwa Bumi berbentuk datar sudah dianut manusia sejak dahulu kala. Sampai kemudian sains modern mengubah pendapat ini melalui serangkaian pembuktian ilmiah.


Teori Tak Terbukti
Kalangan flat earth pun punya sederet argumen yang tak hanya bersandarkan pada agama dan kitab suci. Sejak abad ke-19 berbagai percobaan untuk menguji kebenaran teori Bumi bulat sudah dilakukan. Satu yang paling terkenal adalah Eksperimen Sungai Bedford yang dilakukan di Norfolk, Inggris, pada tahun 1838.

Dalam percobaan ini sebuah perahu dilajukan menyusuri Sungai Bedford yang bentuknya lurus sepanjang 9,7 km. Menurut teori, jika benar Bumi berbentuk bulat, maka saat perahu mencapai ujung sungai semua benda setinggi kurang dari 4 km di tempat perahu berangkat tak akan terlihat. Sekalipun menggunakan teleskop. Ini karena lengkungan Bumi "menyembunyikan" benda-benda tersebut dari pandangan.

Hasilnya tidak begitu. Orang di dalam perahu masih dapat menyaksikan semua benda di tempat keberangkatan. Ini dipercaya sebagai bukti bahwa Bumi tidaklah berbentuk bulat, melainkan lurus mendatar.

Percobaan berbeda dengan tujuan sama dapat dilakukan dengan cara naik ke dataran tertinggi di satu tempat, lalu layangkan pandangan ke sekeliling. Terlihat bahwa horizon tetap berbentuk lurus, tidak melengkung. Demikian pula horizon lautan yang berbentuk lurus. Jika benar Bumi bulat, maka seharusnya terlihat lengkungan di sana.

Selama ini contoh paling mudah yang biasa dipakai untuk menjelaskan bahwa Bumi bulat adalah horizon laut. Siswa Sekolah Dasar dijelaskan, kapal yang berlayar ke laut semakin lama semakin menghilang disebabkan oleh lengkungan Bumi. Untuk membantah ini, komunitas flat earth naik ke bukit tinggi di tepi laut, lalu mengamati horizon menggunakan teleskop. Hasilnya, semua benda yang awalnya tak tampak oleh mata telanjang dapat terlihat jelas. Hal ini tak mungkin terjadi jika Bumi bulat.

Menurut flatter, penyebab hal tersebut adalah keterbatasan jarak pandang mata manusia. Sama seperti kita menyaksikan sebuah rel panjang yang lurus, akan ada satu titik di mana bagian rel tak terlihat. Ini soal perspektif, bukan lengkungan bumi.

Flatter juga punya argumen yang didasarkan pada sumber-sumber kredibel. Soal peta dunia dalamglobe, beberapa referensi terpercaya menyebut pembuatannya didasarkan pada peta Bumi datar. New Standar Map of the World, contohnya, masih disimpan dengan baik oleh Boston Public Library. Peta inilah yang dijadikan patokan pembuatan tiruan bola Bumi.


sumber : http://www.bungeko.com/2016/07/benarkah-bumi-ini-datar.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar