Senin, 04 Juni 2012

Tawa dan Tangis

Tawa itu berada di bawah sepatu kehidupan, sedangkan tangis berada di bawah sepatu kematian. Tawa lebih sempurna daripada tangis. Oleh karenanya Allah yang Maha Besar tertawa dengan tertawa yang sesuai dengan keagungan-Nya. (Allah tidak pernah menangis ). Tawa itu memiliki dampak besar bagi kesenangan jiwa, dan memiliki maslahat bagi kebaikan karakter. Dia adalah salah satu karakter manusia dan ada dalam struktur hidup mereka. Sebab tawa itu adalah sesuatu yang yang pertama kali tampak pada seorang bayi. Dengannya jiwa menjadi damai dan tentram. Karenanya, tumbuh lemak dan darah bertambah yang merupakan sebab kegembiraan dan sumber kekuatannya. Orang-orang Arab, karena memandang keutamaan tawa ini, mereka menamakan anak-anaknya dengan Dhahhak (yang suka tertawa), Bassam (yang suka tersenyum), Thalqul Mahya (yang berwajah ceria). Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun sering tertawa. Namun demikian, tertawa memiliki kadar dan ukurannya sendiri. Dia memiliki nisbat dan kondisinya sendiri. Sebab perkataan yang melewati batas, dia akan dicela. Dan jka melampauinya, maka akan dilarang. Tawa itu adalah penghilang penat bagi ruh dan penghilang susah bagi kalbu. Dia adalah rekreasi bagi jiwa. Dia akan memulihkan semangat, membangkitkan cita, menambah energi, meningkatkan semangat kerja. Dia sangat serupa dengan fajar kala merekah dan bernafas lega. Dia sangat serupa dengan kilat yang ketika memancar, dengan mentari kala terbit dan dengan bulan kala bercahaya, dengan bintang gemintang kala berkelip. Tawa menunjukan pada kelapangan jiwa, pada kelonggaran dada, pada panjangnya nafas, pada kekuatan untuk menanggung beban berat, pada sedikitnya masalah dan kekosongan pemikiran dari kejelekan. Bagi seseorang yang lelah karena kerja keras dia laksana balsem. Bagi yang sedang letih dia laksana obat dan bagi yang yang sedang menderita kesedihan, dia laksana rumah yang sejuk. Dia adalah teman baik sangka, optimisme besar harapan, ridha dengan qadha’ dan gembira dengan semua yang telah ditakdirkan. Sedangkan tangis, dia akan cocok bagi tabiat dan karakter manusia, berakibat baik dan terpuji jika sesuai dengan kondisinya dan tidak melampaui batas yang telah ditentukan. Dia dianggap baik jika tidak menyimpang dari koridor yang telah ditentukan. Tangis merupakam pertanda takut pada sang Khalik. Tanda jauh dari hati yang kasar. Dia sebagian gambaran dari pemenuhan janji, puncak kenikmatan bersama illahi di kalangan para wali, menjadi janji di kalangan manusai terpilih. Dia adalah salah satu dari sarana yang dijadikan bahan untuk taqarrub di kalangan ahli ibadah dan sebagai alat meminta belas kasihan dari orang-orang yang demikian takut kepada Allah. Jika tangis muncul karena takut kepada Sang Maha Agung, maka ini akan membuat yang menangis berada di bawah Arasy-Nya yang teduh. Jika dia menangis karena ingat pada siksa-Nya, maka matanya akan diharamkan untuk menerima siksa-nya. Allah telah mencela orang yang membaca firman-Nya namun tidak menangis. Allah Ta’ala berfirman “ Maka kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis,” (An-Najm :59 – 60). Menangis karena alasan duniawi, menunjukan pada kelemahan, isyarat pada ketamakan dan tanda kekikiran. Sebab dunia ini terlalu hina untuk ditangisi. Dia terlalu tidak berarti untuk menjadikan hati tunduk merendah padanya, Sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair : “ Jiwaku yang memiliki sesuatu itu akan pergi. Maka bagaimana aku menangis atas seseuatu yang pergi “ Kontributor : Ervi Yusria Ervi.Yusria@snsgroup.co.id ------------ Sumber : Judul Buku Berbahagialah : Dr.Aidh Abdullah Al-Qarni Penerjemah Samson Rahman,MA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar