Sabtu, 05 Juli 2014

Penolakan buku "kota paling berpengaruh di dunia" karangan Douglas Wilson"

PT Gramedia Pustaka Utama terus melakukan penarikan dan pemusnahan buku terbitan mereka berjudul “Lima Kota Paling Berpengaruh Di Dunia” karangan Douglas Wilson. Hinggar kini telah dimusnahkan 1800 dari total 3000 eksemplar buku yang sudah diterbitkan sejak Maret lalu.
Pemusnahan buku ini merupakan saran dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengakhiri protes di masyarakat lantaran dua halaman dari buku ini  memuat tulisan yang dinilai menghina Nabi Muhammad SAW.
Ketua MUI Pusat, KH. Ma’ruf Amin membantah pemusnahan buku itu bentuk pemaksaan karena pihak penerbit juga memiliki rencana yang sama
“Kita  menyarankan agar dimusnahkan bukan direvisi, karena buku itu beredar di masyarakat, pasti sulit merevisinya dan itu akan terus menjadi persoalan. Tidak ada ketegangan antara MUI dan Gramedia, ini adalah inisiatif bersama untuk meredam kegaduhan," jelas Ma'aruf
Dikutip dari harian Kompas, pimpinan Gramedia mengakui keteledoran penerjemahan buku ini dan karenanya memutuskan akan menarik buku tersebut dari peredaran.
Buku  berjudul “Lima Kota Paling Berpengaruh di Dunia” atau dalam versi Inggrisnya berjudul ‘‘Five Cities That Rule the World" ditulis oleh teolog asal Amerika Serikat, Douglas Wilson.
Buku itu bercerita tentang peran dari 5 kota di dunia yaitu Yerusalem, Roma, London, New York, dan Athena terhadap peradaban dunia.
Timbul masalah Douglas menulis  "Nabi Muhammad adalah perompak dan perampok yang memerintahkan penyerangan terhadap karavan-karavan di Mekah".
Front Pembela Islam (FPI) juga telah melaporkan pihak penerbit ke Polda Metro Jaya atas tuduhan penistaan agama.
Dengan adanya pemusnahan ini, MUI dan Gramedia berharap kontroversi ini selesai dan FPI mau menarik laporannya.
Namun Juru bicara FPI, Sobri Lubis memastikan laporan itu akan tetap dilanjutkan.
“Penghinaan terhadap Rosulullah bukan pelanggaran hukum main-main, jadi tetap akan kita lanjutkan. Kita mau membuktikan di pengadilan apakah penerbitan buku ini sebuah keteledoran seperti klaim Gramedia, atau memang kesengajaan,” Kata Sobri Lubis.

Sementara itu, sikap Gramedia dan MUI dalam menyikapi kontroversi ini diprotes oleh pemerhati isu pluralisme dari SETARA Institut Ismail Hasani.
Menurutnya penyelesaian kontroversi ini melalui pemusnahan buku bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi di tanah air.
“Ini sangat berlebihan, sampai ada penarikan dan pembakaran masal. Yang  kita sesalkan kenapa mudah sekali tunduk terhadap kemauan mereka, yang sudah dikenal kerap melakukan pengrusakan. Ini sangat berbahaya. Lepas dari konten  buku itu, kita melihatnya ini bukti ketundukan kita pada kelompok intoleran,” tegas ismail Hasani.
Ismail Hasani menambahkan harusnya permasalahan ini diselesaikan melalui jalur hukum.
Sebelumnya, kewenangan untuk mengawasi, melarang dan menarik buku yang dianggap menganggu ketertiban umum dipegang oleh Kejaksaan Agung.
Namun sejak 2010 lalu, Mahkamah Konstitusi mencabut wewenang ini karena dianggap melawan Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah konstitusi memutuskan pengadilanlah yang berhak menentukan nasib sebuah buku apakah layak atau boleh  beredar atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar